Genre : tragedy, sad
Cast : Cho KyuHyun, Kim JoonMyun (SuHo) EXO, Sung EunKyo (OC) , Cho RiHyun (OC) , Tan HanGeng
Author : RistaMania
Length : OneShot (2.208 words)
Rating : PG-15 (?)
Disclaimer : All casts in this ff are belong to God, but this story (ff) is mine
----
Siang ini langit begitu cerah, matahari menampakan dirinya
ditemani beberapa gumpalan awan di langit biru itu. Suasana yang sangat tepat
untuk mengisi hari ini dengan ceria. Namun, tidak berlaku untuk seorang yeoja yang duduk berhadapan dengan
dokter pribadinya. Penjelasan yang beberapa waktu lalu diberikan oleh dokter
pribadinya itu, membuat yeoja bernama
lengkap Cho RiHyun itu terduduk diam, kaku.
‘Maaf, nona, saya harus
mengatakan ini kepada nona. Kanker yang tumbuh di hati nona itu sudah menjadi
sangat berbahaya. Kanker itu dapat merenggut nyawa anda kapan saja dia mau.
Kami tidak bisa menghambat kanker itu seperti dulu lagi. Kami tidak bisa
berbuat apa-apa, sebelum pendonor hati anda ditemukan. Maaf.’
RiHyun mengedipkan kedua matanya, membuat dirinya tersadar dari
lamunannya. Dia menatap dokter pribadinya itu lekat-lekat. “Berapa lama
prediksi waktu anda saya dapat bertahan hidup, HanGeng-sshi?”. Orang yang dipanggil HanGeng itu terlihat terkejut
mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh pasiennya itu. “Tidak perlu merasa
keberatan denganku, HanGeng-sshi.”
HanGeng terlihat tersenyum sipul, namun terlihat miris kepada
pasiennya itu. “Suatu keajaiban, jika kau bisa bertahan tiga hari ke depan,
RiHyun-sshi.” Sama halnya dengan
HanGeng, sebuah senyum sipul yang terlihat miris itu kini terbentuk di bibir
RiHyun.
“Bolehkah aku memanggilmu dengan sebutan gege selama sisa hidupku ini?” pinta RiHyun yang membuat HanGeng
terdiam dengan mulut terbuka sedikit. RiHyun terkekeh melihat respon HanGeng
itu. “Kau tau bahwa sebenarnya aku mencintaimu. Namun, kau menolakku secara
lembut tanpa berkata-kata, tapi hanya dengan perilakumu. Aku tau bahwa kau
menolakku, karena kau tidak ingin persahabatanmu dengan oppa-ku, KyuHyun, menjadi buruk. Selain itu, aku pun tau bahwa kau
tidak mencintaiku, kau tidak memandangku sebagai seorang wanita, kau hanya
memandangku sebagai seorang pasien yang mengidap kanker hati, kau hanya
memandangku sebagai adik dari sahabatmu. Meski begitu, izinkan aku mengutarakan
isi hatiku yang sesungguhnya, izinkan aku memanggilmu dengan sebutan gege.”
HanGeng menatap RiHyun penuh kekhawatiran. Dia tidak tau harus
menjawab apa, dia tidak mencintai yeoja
di depannya ini. Hatinya tertutup untuk sebuah kata cinta dan hanya terbuka
lebar untuk kata persahabatan. Matanya pun tidak dapat memandang kata cinta,
hanya sebuah kata persahabatan yang dapat dipandangnya.
“Jangan sungkan denganku, HanGeng-sshi. Aku akan menerima apa pun jawaban yang kau berikan.” Sebuah
senyuman tanpa terlihat miris terbentuk di bibir HanGeng saat RiHyun bersuara.
“Kau boleh memanggilku dengan sebutan gege, RiHyun-a.” Terbaca
jelas bahwa RiHyun terkejut bercampur senang mendengar jawaban yang diberikan
oleh HanGeng itu. “Kau boleh mengutarakan isi hatimu yang sebenarnya kepadaku
tanpa sungkan.” Sebuah seyum manis namun kecil terbentuk di bibir RiHyun saat
HanGeng kembali bersuara. “Hampir seratus persen penjelasanmu tadi itu benar.
Aku memang tau bahwa kau mencintaiku dan tanpa berkata-kata hanya dengan
perilakuku, aku menolakmu secara lembut. Aku tau bahwa kau merasakannya juga,
merasakan bahwa aku tidak dapat memandangmu sebagai seorang wanita, aku
hanya dapat memandangm sebagai seorang pasien yang mengidap kanker hati
sekaligus adik dari sahabatku. Namun, dari penjelasanmu itu ada sesuatu yang
salah. Aku tidak mencintaimu bukan karena tidak ingin persahabatku dengan
KyuHyun memburuk. Justru KyuHyun memaksaku untuk mencintaimu, namun aku tidak
bisa melakukannya.”
RiHyun tersenyum manis nan
sipul mendengar penjelasan dari HanGeng barusan. Ia menundukan kepalanya,
membuat rambutnya yang tidak menyentuh pundak itu hampir menutupi wajahnya yang
terlihat lemah itu. “Gomapta, HanGeng
gege. Wo ai ni, gege”
----
Klek.
RiHyun keluar dari ruangan HanGeng dan langsung disambut oleh
sahabatnya yang sudah ia anggap yeodongsaeng-nya
itu. Sung EunKyo.
“RiHyun eonni, bagaimana?
Eonni akan sembuh bukan?” tanya
EunKyo penuh kekhawatiran.
RiHyun tidak menjawabnya. Dia hanya tersenyum sipul dan mengajak
EunKyo makan ice cream di café kakaknya yang berada sedikit jauh
dari rumah sakit tempat HanGeng bekerja. EunKyo tidak dapat menolaknya, dia
merasakannya. Merasakan bahwa aura yeoja
yang ia panggil eonni ini makin
melemah. Dan, ia tidak suka itu.
----
Suasana antara EunKyo dan RiHyun benar-benar hening. Mereka
terdiam menikmati ice cream yang
beberapa waktu lalu telah mereka pesan dan kini tengah berusaha
menghabiskannya. Mereka terdiam ditemani permainan harmonica dari kakak RiHyun yang menjadi pemilik café ini yang diberi nama Star Café. Selain, menjadi pemilik Star Café, kakak RiHyun yang bernama
lengkap Cho KyuHyun itu memang sesekali menjadi artist di café tersebut
yang sebenarnya artist tetap café itu adalah dua yeoja yang tengah menikmati ice
cream mereka itu. Cho RiHyun. Sung EunKyo.
Tanpa diketahui oleh RiHyun yang asyik dengan ice cream-nya, ternyata EunKyo diam-diam mengeluarkan HP-nya dan
mengirim sms kepada HanGeng. Kedua mata EunKyo melebar dan tubuhnya menegang
saat membaca balasan dari HanGeng itu. Dia langsung mengangkat kepalanya,
menatap RiHyun tidak percaya. Tanpa ia sadari, kini dirinya sudah memeluk RiHyun
dari belakang. Dia melingkarkan kedua lengannya di leher RiHyun yang tidak
tertutupi oleh rambutnya itu. Dia memeluknya erat, membuat RiHyun kaget
menerima pelukan tiba-tiba itu. RiHyun tidak tau harus berbuat apa, dan ia
hanya dapat terdiam saja. EunKyo melakukan itu bukan tanpa alasan, ia memiliki
alasan. Sebuah alasan yang menyayat hatinya. Sebuah kenyataan di mana sebentar
lagi ia akan kehilangan sosok sahabat sekaligus eonni seperti RiHyun. Dia tidak bisa menerimanya. Dia tidak ingin
menerimanya. Dia rela melakukan apa pun. Dia rela kehilangan apa saja, asalkan eonni-nya itu baik-baik saja.
----
Hari sudah malam, malam yang dihiasi oleh salju yang turun membawa
udara dingin menyelimuti malam itu. Udara dingin itu membuat siapa saja
berpikir berkali-kali untuk keluar dari rumahnya yang hangat. Ditambah dengan
malam hari yang sebentar lagi akan berganti menjadi dini hari, semakin membuat
semua orang berpikir berkali-kali untuk keluar dari tempat tinggalnya yang
hangat.
Namun, meski malam sudah ingin berganti menjadi dini hari, Star Café masih tetap menerima pelanggan
yang berdatangan, meski hanya sedikit. Suasana malam di café itu sama saja dengan suasana café itu saat pagi, siang atau pun sore. Tidak ada yang berbeda,
hanya jumlah pelanggannya yang berbeda. Jika pagi hingga sore hari, pelanggan
mereka akan melebihi angka 50. Namun, untuk malam yang akan berganti dini hari
seperti ini, pelanggan mereka tidak akan melebihi angka 15. Kini Star Café masih melayani sedikitnya satu
pelanggan. Pelanggan itu menghabiskan pesanannya ditemani alunan lagu yang
dimainkan oleh seorang yeoja yang
tengah duduk di depan white grand piano
yang berada di panggung kecil café
itu. Yeoja yang tidak lain dan tidak
bukan adalah RiHyun itu membiarkan jari-jarinya menekan tus-tus white grand piano yang menjadi piano
kesayangannya itu menghasilkan sebuah lagu sedih. RiHyun menangis diam dalam
permainannya, ia menangis bukan karena alunan lagu yang ia mainkan itu
terdengar menyayat hati. Melainkan, karena, kematian sahabatnya sekaligus yeodongsaeng-nya akibatnya. Karenanya.
PRANG.PRANG.PRANG.
“BISA KAU HENTIKAN PERMAINAN PIANOMU ITU, HAH???!!!”.
DOR. DOR. DOR.
JRENG.
BRUGH.
Semuanya terjadi begitu cepat. Satu-satunya pelanggan Star Café di malam itu yang adalah
seorang namja bernama lengkap Kim
JoonMyun itu bangkit dari tempat duduknya, menjatuhkan dengan kasar semua yang
berada di atas mejanya. Tidak hanya itu yang dilakukannya. Namja yang biasa dipanggil SuHo itu pun berteriak keras kepada
RiHyun seraya mengeluarkan sebuah pistol dari balik jaket yang ia kenakan. Namja bermarga Kim itu pun menembak yeoja itu tiga kali, membuat tubuh
RiHyun kehilangan nyawanya seketika, jatuh di atas tus-tus piano yang membuat
sebuah nada tidak beraturan yang memekakan telinga. Tubuh langsing nan tinggi itu pun perlahan jatuh
menghantam lantai café itu.
Klek.
“Ada apa i…?”.
Sebuah pintu dari beberapa pintu di Star Café itu terbuka, menampakan seorang namja yang langsung terkejut melihat seseorang yang terkapar di
atas lantai dekat white grand piano miliknya yang kini digenangi
oleh darah yeoja itu.
SuHo menatap tajam ke arah namja
itu yang terlihat kaget dan marah melihat adiknya mati dengan cara seperti itu.
Memang namja itu adalah pemilik Star Café sekaligus kakak dari RiHyun
yang baru beberapa menit lalu meninggal. Seorang namja yang juga bermarga Cho yang bernama KyuHyun.
KyuHyun yang menyadari bahwa sebuah tatapan tajam mengarah
kepadanya pun menengok ke sumber tatapan. Kedua matanya langsung menatap tajam namja yang tidak asing untuknya itu.
Seorang namja yang menjadi musuhnya
dalam memperebutkan cinta EunKyo.
“YACK, KIM JOONMYUN, APA YANG KAU LAKUKAN? KAU BENAR-BENAR SUDAH
GILA???!!!”. KyuHyun berteriak sekuat tenaga. Melepaskan segala emosinya yang
tiba-tiba muncul dan langsung mencapai batasnya. “AKU TAU BAHWA KITA INI MUSUH
DALAM MEMPEREBUTKAN CINTA EUNKYO, TAPI KENAPA KAU MELIBATKAN YEODONGSAENG-KU? KENAPA KAU MEMBUNUHNYA?
APA SALAHNYA? APA KAU TAU DIA BARU BEBERAPA HARI MERASAKAN HIDUP TANPA KANKER
DI HATINYA. DAN, KINI KAU DENGAN SEENAKNYA SAJA MEMBUNUHNYA. KAU, SIALAN!!!”.
“Hahaha.” Emosi KyuHyun benar-benar memuncak. SuHo tertawa keras,
setelah KyuHyun berteriak sekuat tenaga. KyuHyun hanya dapat terdiam melihat
SuHo tertawa keras, kedua tangannya terkepal kuat, menahan emosi yang
sebenarnya sudah tidak dapat ditahan itu.
“Hehe.” Setelah tiga menit, SuHo berhenti tertawa. Kini hanya
kekehan yang terdengar darinya yang semakin membuat KyuHyun menatapnya tajam,
lebih tajam dari pisau dapur.
“Kenapa aku membunuh yeodongsaeng-mu,
hah? Kenapa aku melibatkan RiHyun yang katamu tidak terlibat dalam permusuhan
kita memperebutkan cinta EunKyo, hah? Kau masih menanyakan pertanyaan itu
kepadaku, hah?”. Kali ini SuHo-lah yang berteriak. Dia menatap KyuHyun
tajam-tajam. Meski napasnya memburu, dia masih dapat terus berteriak kepada namja yang umurnya lebih tua darinya
itu. Dan, tanpa sadar, ia melempar pistol yang berada dalam genggamannya itu ke
lantai yang tidak jauh darinya dan sangat jauh dari KyuHyun. “Jelas-jelas
RiHyun terlibat, HYUNG. EunKyo mati,
karenanya. EunKyo rela mati, karenanya. EunKyo rela memberikan hatinya kepada
adikmu. EunKyo rela menjadi pendonor untuk sahabatnya. Kau masih bilang dia
tidak terlibat, CHO KYUHYUN.”
Terbaca jelas bahwa KyuHyun terkejut mendengar penjelasan dari
SuHo barusan. Terlihat jelas bahwa namja
pemilik Star Café itu tidak tau
apa-apa tentang hal yang baru saja dijelaskan oleh namja yang lebih muda darinya itu. Kedua matanya membesar
mengetahui kenyataan pahit itu. Tubuhnya langsung menegang mengetahui bahwa yeoja yang ia sukai telah tiada, karena yeodongsaeng-nya. Detak jantung dan deru
napasnya langsung memburu saat mengetahui bahwa hati yang selama ini telah
membuat RiHyun dapat menjalani hidup beberapa hari tanpa kanker adalah hati
EunKyo.
“Cih, kau bilang kau mencintai EunKyo, kau bilang kau menyayangi yeodongsaeng-mu itu.” Kembali, teriakan
SuHo-lah yang terdengar. “Tapi, apa nyatanya? Hal penting seperti ini saja kau
tidak mengetahuinya. Kau benar-benar memalukan, Cho KyuHyun.”
KyuHyun menundukan kepalanya mendengar fakta yang diutarakan oleh
SuHo itu. Kedua tangannya tidak lagi terkepal kuat, kini kedua lengannya
terlihat lemah dengan sedikit tenaga yang terlihat tidak cukup untuk memukul
seorang wanita sekali pun.
“Hehe.” Kedua mata SuHo kembali menajam saat ia mendengar kekehan
KyuHyun yang sangat terdengar ke-evil-annya
itu. KyuHyun mengangkat kepalanya tetap dengan kekehan iblisnya itu. KyuHyun
menatap SuHo tajam, namun santai.
“Yang mengetahui hal itu hanya kau dan HanGeng hyung saja bukan, eoh? Mengakulah! Kau menutupinya bukan? Kau menutupinya, padahal
EunKyo tidak menyuruh siapa pun untuk menutupinya, bukan? Cih, caramu sangat
licik, SUHO. Caramu sangat murahan, KIM JOONMYUN.” Kali ini KyuHyun-lah yang
bersuara, sementara SuHo hanya terdiam.
Sret. Brak.
KyuHyun mengeluarkan suatu benda dari balik jaket yang ia kenakan.
Sebuah pistol. SuHo yang mengetahui bahwa benda itu adalah pistol, segera ia
melompat mengambil pistolnya. Dan, secara bersamaan, mereka berdua sama-sama
mengarahkan moncong pistol mereka ke lawan mereka yang sama-sama melakukan hal
yang sama.
DOR.DOR.DOR.
DOR.DOR.DOR.
----
Kini langit menjadi sebuah lautan hitam tanpa apa pun
menghiasinya. Bukan, ini bukanlah malam hari. Memang lautan hitam hanya akan
terlihat saat malam hari. Namun, sekarang bukanlah malam, melainkan siang.
Suatu siang yang seharusnya diatapi oleh lautan biru cerah dengan matahari dan
beberapa gumpalan awan yang menghiasinya. Namun, bukan itu yang sekarang
terjadi. Melainkan, beratus-ratus atau mungkin beribu bahkan berjuta-juta
gumpalan awan gelap menutupi langit yang tidak membiarkan sang mentari
menampakan sedikit saja cahayanya. Gelap yang membawa udara dingin mencekam
kulit itu sangat cocok dengan suasana hati seorang dokter bernama lengkap Tan
HanGeng yang tengah berada di depan beberapa makam orang yang ia kenal. Hanya
makam yang berada tepat di depannya saja yang belum ia berikan rangkaian bunga,
yang rangkaian itu masih berada di dalam genggamannya. Sementara ketiga makam
lain sudah ia beri rangkaian bunga.
“Kau mau tau sesuatu Cho RiHyun?” tanya HanGeng yang ia sendiri
tau bahwa tidak akan pernah dijawab oleh orang yang ia ajak berbicara itu.
“Akulah yang memberitahukan EunKyo keadaanmu yang sebenarnya.
Sejujurnya aku masih berbohong kepadamu tentang kanker yang berada di dalam
tubuhmu itu. Sesungguhnya, esok harinya saja kau masih dapat bernapas, itu
adalah suatu keajaiban. EunKyo yang mengetahuinya langsung menjadi pendonor
untukmu, untuk orang yang sangat berharga baginya, lebih dari seorang namja yang berada di dalam hatinya.”
HanGeng menengok ke arah salah satu makam di mana EunKyo beristirahat.
Kemudian, kepalanya kembali menoleh ke arah makam di mana RiHyun beristirahat.
“Dan, akulah orang yang menemukan jasadmu, KyuHyun dan SuHo yang
sama-sama mati, karena tiga buah tembakan.” Kini HanGeng menoleh ke arah makam
di mana SuHo, KyuHyun dan RiHyun beristirahat satu per satu yang berakhir pada
makam RiHyun.
HanGeng mengambil satu langkah kecil. Kemudian, ia meletakan
rangkaian bunga itu di atas makam RiHyun. “Kau pun juga perlu mengetahui
sesuatu yang sangat penting RiHyun-ah,
yaitu aku mulai mencintamu sejak pertama kali kau memanggilku dengan sebutan gege. Mulanya, aku berusaha menolak
cinta ini. Namun, rasa ini semakin membesar saat aku melihatmu menjalani
operasi. Raut ketakutan di lekuk wajahmu yang cantik itu terbaca oleh kedua
mataku, RiHyun-ah. Aku tau ini
terlambat. Namun, izinkan aku mengutarakan isi hatiku yang sesungguhnya,
izinkan aku memanggilmu chagiya. Wo ai ni, RiHyun-ah. Wo ye ai ni, chagiya.”
Langit langsung menangis saat kata cinta itu terlontar dari mulut
HanGeng. Langit menangis tanpa isak yang akan membuat petir yang dapat membelah
langit itu. Namun, isak mulai terdengar, petir mulai menyambar, membelah
langit, saat HanGeng mengambil langkah meninggalkan keempat makam orang yang
dikenalnya itu. Meninggalkannya tanpa mutiara lembutnya, namun dengan rasa
sakit yang memilukan hati.
The End...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar