Selasa, 16 Oktober 2012

Go Away Part 2-End


Title : Go Away
Genre : Friendship, Love, Family
Main Cast : Huang ZiTao (Tao) EXO, Wu YiFan (Kris) EXO, Lee MinJeong (OC), Tan HanGeng, Cho RiHyun (OC)
Author : RistaMania
Length : TwoShot (3.940 words)
Rating : PG-15 (?)
Disclaimer : All casts in this ff are belong to God, but this story (ff) is mine

----

MinJeong POV

Annyeong, Kris oppa!” sapaku.

“Ekh, annyeong, MinJeong. Ada apa?” tanya Kris.

Aku hanya tersenyum mendengar pertanyaan Kris barusan. Kini aku berniat untuk mengunjungi tetanggaku yang sekaligus seonbae dan teman sekelasku itu dengan alasan yang sudah aku buat. “Ini aku membuat kue lagi, aku tidak ada teman untuk memakannya. Bisakah makan bersama di apartment ini?”.

“Kalau begitu masuklah.” Setelah mendapatkan izin dari salah satu pemilik apartment ini, aku langsung masuk tanpa mempedulikan Kris yang masih berdiri di pintu apartment-nya.

Aku langsung berjalan ke dapur, meletakan piring berisi kue buatanku itu di atas meja makan. Kemudian, langsung menyiapkan semuanya, seperti piring, sendok dan minuman kaleng yang memenuhi refrigerator dua namja China itu.

“Kau terlalu bersemengat, MinJeong.” Aku mendengar sebuah suara yang tidak asing untukku. Aku pun menghentikan kerjaanku yang memotong kue ini. Aku menengok ke arah Kris yang sudah duduk di meja makan, menunggu kue ini.

“Aku ingin segera mencoba eksperimen baruku, oppa” jawabku seraya meneruskan perkejaanku ini. Kemudian, aku pun memindahkan ketiga piring yang sudah terisi sepotong kue ini ke atas meja makan. Kemudian, aku duduk berhadapan dengan seonbae-ku ini. “Di mana Tao, oppa?”.

“Untuk apa kau mencariku, eoh?”. Aku yang mendengar suara Tao itu pun langsung menengok ke sumber suara, dan aku rasa Kris pun melakukan hal yang sama denganku. Aku mendapati namja China yang tidak pernah mau belajar bahasa Korea itu tengah berdiri di ambang pintu dapur dengan salah satu tangan yang sibuk mengeringkan rambutnya yang basah dengan handuk kecil putih itu. Tanpa sadar, aku tersenyum kepadanya. Entahlah, bagiku dia tampan dengan penampilan sederhana dan natural seperti itu. Dia memakai kaos hitam tanpa lengan dan celana hitam. Meski sederhana, namun terlihat menawan di kedua mataku.

Saat tatapan kita berdua bertemu, aku langsung menoleh ke arah Kris yang berada di hadapanku ini. Aku menatap Kris penuh selidik, menatap sosok yang selalu menjadi nomor satu dari Tao di mata semua orang ini. Jujur saja, saat tatapanku dengan Tao bertemu, aku ingin setuju dengan orang-orang yang menjadikan Tao nomor dua itu. Entah karena alasan apa, aku menemukan sosok Tao yang dingin itu kembali. Tatapan dingin tanpa ada kehangatan sedikit pun itu kembali aku temukan saat beberapa detik lalu tatapan kami bertemu. Tatapan itu kembali membuat dadaku berdetak lebih cepat dan membuatku merasa takut terhadap sosok itu. Kini aku tau, aku mengetahuinya, mengetahui apa yang membuat semua orang menomor satukan Kris. Tatapannya. Tatapan Kris berbeda dari tatapan Tao. Namja China yang dapat berbahasa Korea itu memiliki tatapan yang hangat, berbeda dengan Tao yang memiliki tatapan dingin yang menakutkan.

“Untuk apa kau ke sini, eoh?”. Pertanyaan dingin Tao barusan membuatku sadar dari lamunanku. Dengan segera, aku pun menengok ke arah Tao. Aku tersenyum sipul ke arahnya yang tidak dibalas olehnya, atau mungkin tidak dipedulikan olehnya. Tao mengalihkan pandangannya ke arah Kris yang masih menatapnya. “Apa dia ke sini seperti yang kau ceritakan, hyung?”. Aku mengeryitkan keningku saat mendengar pertanyaan Tao barusan. Dengan segera, aku menengok ke arah Kris. Menatap namja itu penuh tanya.

“Ternyata, benar dugaanku.” Belum sempat aku mengerti atas pertanyaan Tao yang pertama, namja panda itu kembali membuatku tidak mengerti. Namja itu melangkahkan kakinya mendekati meja makan. Dia mengambil satu minuman kaleng dari tiga minuman kaleng yang aku letakan berdekatan itu. “Selamat, aku turut senang kalian berpacaran.” Ucapan selamat Tao barusan membuatku membelalakan kedua mataku. Tanpa sadar, aku mengepalkan kedua tanganku dan menggigit bibir bawahku. “Tenang saja, aku tidak akan mengganggu kalian berdua! Aku pun hanya ingin mengambil minuman ini. Selamat bersenang-senang!” Setelah mengucapkannya, Tao berjalan meninggalkanku dan Kris tanpa menunggu respon kami berdua, atau lebih tepatnya aku.

Aku menatap nanar punggung Tao yang menjauh itu, kemudian menatap Kris yang tersenyum manis kepadaku. Aku pun membalas senyum manis namjachingu-ku itu. Memang kini Kris telah menjadi namjachingu-ku, dengan persetujuan yang tanpa sadar beberapa menit lalu aku berikan itu. Kemarin, Kris menyatakan cintanya kepadaku, dia tidak memintaku menjawabnya dengan kata-kata, melainkan dengan hal yang lain. Dia memintaku datang ke rumahnya hari ini, membawa kue buatanku, mengajaknya makan bersama. Dan, tanpa sadar, aku melakukan itu semua. Aku pun tidak dapat mengelaknya lagi, aku harus menerima kenyataan bahwa kini aku adalah namjachingu dari seonbae-ku sendiri.

----

Tao POV

Aku melirik ke arah iPhone-ku yang berada di atas meja ini. Aku melihat ada panggilan masuk dan membaca nama yang tertera di sana, ‘Kris hyung.’

“Hah.” Aku menghela napasku berat. Malas rasanya mengangkat telepon itu. Aku pun menunggu hingga panggilan masuk itu berhenti. Aku langsung mengeluarkan baterai iPhone-ku ini dari tempatnya, menyimpan kedua benda itu di dalam loker meja ini. Kemudian, aku bangkit dari tempatku duduk, membawa tasku dan melangkah keluar dari kelasku menuju tempat latihan.

Aku terus berjalan yang membuat beberapa siswa-siswi yang berada di koridor menatapku. Aku mengerti dengan arti tatapan mereka, oleh sebab itu aku berusah untuk tidak mempedulikannya. Tapi, langkahku berhenti saat seorang perempuan tidak asing untukku itu menghadangku. Perempuan yang satu tingkatan di atasku ini berdiri tepat di depanku yang membuatku mau tidak mau harus berurusan dengannya lagi, karena setiap aku berusaha melangkah melewatinya perempuan ini selalu menghadangku kembali. Seorang perempuan yang adalah mantan kekasihku.

“Kau akan mengikuti lomba nasional kembali?” tanyanya dengan bahasa yang aku mengerti.

“Ya, dan untuk apa kau bertanya kepadaku? Aku pikir teman-temanmu yang tukang gossip itu sudah membicarakannya mulai kapan tahu” jawabku ketus. Aku malas berurusan dengan masa lalu. Tidak peduli, masa lalu itu sedih atau bahagia. Aku akan mengubur semua itu dalam-dalam, agar aku bisa tenang menghadapi masa depanku yang telah menungguku.

“Dan, kau akan mengikutinya dengan perasaan yang sama seperti tahun lalu?” ujarnya lagi yang tidak mengubah caraku bernapas, menatapnya, berdiri tegap atau apa pun itu, yang jelas aku tidak terkejut sama sekali mendengarnya bertanya seperti itu. “Aku tahu kau mencintainya. Kau tidak akan sembarangan mencium orang, aku tahu seperti apa kau. Bagaimana pun aku pernah menjadi bagian hidupmu.”

And, I don’t care about it” jawabku ketus. “Kau memang pernah menjadi bagian hidupku, dan aku tidak peduli tentang itu. Seharusnya kau mengetahuinya, bukankah beberapa detik lalu kau mengaku bahwa kau adalah masa laluku, eoh? Bahkan, kau mengaku kau tau aku seperti apa. Jadi, tidak ada yang perlu ditanyakan lagi, bukan?”.

“Ada satu...”. RiHyun tidak melanjutkan kalimatnya saat aku mengangkat jari telunjuk kananku tepat di depannya.

Just leave me alone” ucapkku dengan nada berbisik, meski begitu aku tahu bahwa RiHyun dapat mendengarnya.

RiHyun tidak menjawab, dia hanya terdiam seperti batu. Aku pun berjalan melewatinya, melanjutkan perjalananku menuju ruang latihanku.

----

Author POV

Suasana di sebuah ruangan yang menjadi tempat latihan Tao itu kini di selimuti keheningan yang mencekam yang membuat semua orang merasa risih dengan suasana seperti itu, kecuali dua orang yang berdiri berhadapan dengan jarak yang masih memisahkan mereka. Sekitar lima langkah kaki orang dewasalah yang jarak memisahkan dua namja keturunan China bernama Tao dan HanGeng itu.

Tao berdiri tegap menatap namja yang lebih tua darinya itu. “Untuk apa kau berada di sini?”.

“Kau bisa memanggilku ‘hyung’, Tao. Meski, kita masih berada di sekolah, aku tidak keberatan, biar aku yang menjelaskan ini kepada yang lain” ujar HanGeng yang sebenarnya tidak ada hubungannya dengan pertanyaan Tao barusan. Tidak menjawab apa pun dari lawan bicaranya, HanGeng memutuskan untuk mengurangi jarak yang masih memisahkan mereka berdua. Dia melangkah mendekati namja China yang menatapnya dingin.

“Apa kau masih marah denganku?” tanya HanGeng tepat saat ia sudah berdiri di depan Tao. “Akh, tidak. Apa kau masih membenciku?”.

Tao tersenyum sinis mendengar pertanyaan HanGeng barusan. Dia melipat kedua tangannya di depan dadanya. “Haruskah aku menjawab pertanyaanmu itu?”. HanGeng menaikan salah satu alisnya mendengar pertanyaan Tao itu. “Menurutku, harus.”

“Terserah.” Tao berjalan melewati HanGeng yang masih menatapnya dengan tatapan meminta jawaban. Tao mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruangan latihannya itu. Dia mengeryitkan keningnya saat tidak menemukan apa yang ia cari, atau lebih tepatnya seseorang yang ia cari.

HanGeng terkekeh menyadari Tao kebingungan tidak menemukan siapa yang ia cari itu. Tao yang mendengar kekehan HanGeng barusan pun membalikan badannya, kembali mereka berdua berdiri berhadapan dengan jarak yang memisahkan mereka. “Kau mencari siapa?”.

Kembali Tao menatap HanGeng tajam nan dingin. “Tidak perlu berbasa-basi, hyung. Kau tau siapa yang aku cari. Dimana Jung seonsaengnim?”.

Kedua mata HanGeng melebar saat mendengar Tao memanggilnya dengan sebutan ‘hyung’ seperti yang ia minta beberapa menit lalu. “Kau tadi memanggilku apa? Hyung?”. Tao mendengus kesal mendengar pertanyaan HanGeng barusan. Dia memalingkan wajahnya dari HanGeng yang masih menatapnya. Mengerti dengan sikap dan sifat Tao, HanGeng pun tersenyum lembut nan hangat. Dia kembali mengurangi jarak antara dirinya dengan namja yang lebih muda darinya itu.

Kini HanGeng sudah tepat berdiri di depan Tao. HanGeng pun menepuk beberapa kali bahu Tao penuh kasih sayang. Dan, tingkah serta aura hangat dari HanGeng itu membuat HanGeng menyadari bahwa kini Tao berdiri dengan posisi yang berbeda. Tao berdiri santai di depannya, tanpa ada beban atau aura kebencian yang ia rasakan. HanGeng berusaha menatap kedua mata Tao, namun Tao tetap mengalihkan tatapannya dari HanGeng.

“Kini aku kembali menjadi seonsaengnim-mu, Tao. Jung seonsaengnim tidak akan pernah mengajarmu wushu lagi, itu sudah menjadi kewajibanku kini” jelas HanGeng.

“Hah.” Tao menghela napasnya berat. Dia mulai berjalan ke tengah-tengah ruangan tersebut. Melakukan pemanasan, sama sekali tidak mempedulikan respon dari HanGeng.

“Kau harus menang untuk kedua kalinya, Tao” ujar HanGeng yang membuat Tao menghentikan aktifitasnya.

Tao menoleh ke arah HanGeng dengan tatapan yang kembali tajam dan dingin, sama persis dengan tatapan yang selama ini ia berikan kepada semua orang, terutama RiHyun dan HanGeng. Dan, mungkin dua buah nama akan masuk ke dalam list orang yang akan menerima tatapan seperti itu dari Tao. Kris. Lee MinJeong. “Tanpa kau berbicara seperti itu pun aku akan memenangkannya lagi, hyung. Dan, tanpa perlu kau mengajarku wushu pun aku akan berlatih sendiri. Aku akan membuktikan bahwa aku bisa memenangkannya tanpa bantuan dari siapa pun.”

Kedua mata sipit HanGeng kini membelalak mendengar ucapan dingin Tao barusan. Dia seperti mengalami de javu. Dia pernah mendengar kalimat-kalimat itu dengan suara yang sama. Kalimat yang ia dengar secara diam-diam, setahun yang lalu.

----

Tao POV

Klek. Aku menghentikan langkah kakiku saat ingin melakukan lompatan dengan putaran di udara, begitu mendengar suara pintu terbuka. Sontak aku menolehkan kepalaku ke arah sumber suara. Aku menemukan sesosok perempuan yang tidak asing untukku itu berjalan mendekatiku atau lebih tepatnya ke arah HanGeng yang berdiri tidak jauh dari tempatku. Aku mengacuhkannya yang tersenyum manis kepadaku. Aku langsung melakukan kembali latihanku tanpa mempedulikan sepasang kekasih tersebut.

“Tao, hati-hati!”. BRUGH. “AGH…!!!”. “Tao-ah.” Semuanya seperti terjadi dengan cepat untukku. Baru saja beberapa menit lalu, aku mendengar RiHyun memperingatiku untuk berhati-hati. Namun, tidak lama kemudian, aku mendengar sesuatu yang berat terjatuh ke lantai tanpa alas ini, setelah sebelumnya aku merasakan tubuhku menjadi ringan. Dan, saat suara benda jatuh itu terdengar, aku merasakan punggungku sangat sakit, yang membuatku berteriak kesakitan. Kemudian, aku mendengar suara HanGeng dan RiHyun terdengar jelas di kedua kupingku.

“Tao, sadarlah!”. Aku mendengar suara HanGeng dengan sangat jelas, di mana aku pun juga merasakan sebuah tangan menepuk-nepuk salah satu pipiku.

“Tao.” Kali ini aku mendengar suara RiHyun.

Aku memang hanya dapat mendengar kedua suara itu. Kedua suara yang terdengar khawatir kepadaku itu berada di dekatku. Aku tidak bisa melihat mereka, lebih tepatnya aku tidak mampu. Aku terpaksa memejamkan kedua mataku rapat-rapat, karena rasa sakit di punggungku ini.

Gege, cepat bawa Tao ke ruang kesehatan.” Kembali aku mendengar suara RiHyun yang langsung membuatku menggenggam pergelangan tangannya kuat-kuat. “Tao, tolong jangan membantah lagi!”.

Aku membuka kedua mataku, meski itu membuatku semakin merasakan kesakitan yang amat. Aku menatap kedua mata RiHyun yang tepat berada di depanku. Aku dapat membaca tatapan matanya yang mengkhawatirkan keadaanku itu. Dia menggelengkan kepalanya pelan membuat rambutnya bergerak seirama dengan gerakan kepalanya itu. Aku terkekeh melihatnya.

“Tao.” Aku mendengar jeritan pelan terlontar dari bibir RiHyun. Kembali aku terkekeh. Akulah yang membuat RiHyun menjerit tertahan seperti itu, karena aku memaksakan diriku untuk bangkit dari tempatku, berdiri tegak di antara  HanGeng dan RiHyun yang sama-sama menatapku penuh kekhawatiran.

“Kau gila, Tao” ujar RiHyun yang membuatku menoleh ke arahnya. Aku tersenyum sinis kepada perempuan itu. Kemudian, aku menoleh ke arah HanGeng.

“Aku pikir latihan hari ini cukup sampai sini saja, hyung” ujarku yang berjalan menuju tempat di mana aku meletakan tasku.

KLEK. “Kris oppa.” “Tao.” Mendengar tiga buah suara itu membuat semua gerak tubuhku berhenti seolah-olah baterai di dalam tubuhku itu tercabut begitu saja. Aku masih terdiam di tempatku, masih memunggungi dua orang yang berada di dalam ruangan latihan ini dan juga dua orang yang berada di ambang pintu ruang latihan ini yang terbuka. Aku tahu siapa mereka. Dua pasang kekasih yang telah membuatku hancur.

“Hah.” Aku menghela napasku berat. Kemudian, aku kembali melangkahkan kedua kakiku, mendekati tasku, meraihnya dan memakainya. Aku langsung membalikan badanku. Tanpa menatap siapa pun, aku melangkah kedua kakiku keluar dari ruangan ini, keluar dari sekolah ini. Menjauh dari segala sesuatu yang membuatku hancur, meski aku sendiri pun tahu dan sadar bahwa aku akan tetap hancur saat di apartment, tujuan langkah kakiku ini.

----

Author POV

Waktu terus berjalan tanpa henti dan tanpa ada niat atau pun takdir untuk berputar atau pun menoleh sedikit ke belakang. Namun, itu seperti ada sebuah pengecualian. Kini ruangan yang dijadikan menjadi sebuah kamar seorang namja China itu sedang diselimuti oleh suasana yang sama seperti setahun yang lalu. Sebuah kamar seorang namja China itu mengalami de javu. Tentu saja itu disebabkan, karena sang pemilik kamar yang mengalami hal yang hampir sama dengan apa yang dia alami beberapa waktu lalu, tepatnya setahun lalu.

Kini namja yang tidak lain dan tidak bukan adalah Tao itu sedang membaringkan badannya di kasurnya. Namja yang kini memakai kaos hitam tanpa lengan dan celana panjang hitam itu tidak memejamkan kedua mata kelamnya itu, kedua matanya menatap lurus ke langit-langit kamarnya. Suasana di kamarnya sangat sunyi dan dingin, bukan karena pendingin ruangan yang menyala atau pun cuaca, melainkan karena suasana hati namja asli China yang mengalami de javu itu. Suasana itu tidak berubah sedikit pun, hingga pintu kamar yang sedari tadi tertutup itu terbuka.

Klek. Suara pintu terbuka itu mau tidak mau membuat Tao menoleh ke arah pintu kamarnya. Dapat terlihat dari kedua mata kelamnya itu, sesosok namja yang lebih tua darinya yang sudah ia jadikan sosok hyung itu masuk ke dalam kamarnya.

“Kau sibuk?” tanya namja itu yang tidak lain dan tidak bukan adalah Kris. Sosok hyung yang ingin Tao hindari. “Kenapa?”. Merasa tidak mendapat penolakan atas kehadirannya, Kris pun berjalan mendekati Tao yang sudah duduk di atas kasurnya. Meski, Kris sendiri sadar bahwa tanpa nada suara Tao memberikan penolakan atas kehadirannya pun, tatapan dan suasana di sekeliling Tao sudah sedari lama memberikan penolakan atas kehadirannya.

“Ada apa?” tanya Tao lagi saat tidak mendapat jawaban dari sosok hyung-nya yang telah berdiri tepat di depannya.

Kris tidak menjawab sama sekali. Dia hanya menatap Tao dengan tatapan yang tidak disukai oleh namja yang ditatap. Kris sendiri sadar bahwa itu hanya akan membuat Tao semakin membencinya. Merasa Kris hanya kurang kerjaan mendatanginya, Tao memutuskan bangkit dari tempat duduknya. Kemudian, berjalan keluar dari kamarnya. Tao sadar bahwa Kris mengikutinya.

Tap. Tap. Tap. “Hah.” Tao menghentikan langkah kakinya, kemudian membalikan badannya. Dia menghela napasnya memandang sosok hyung-nya itu. Menatap hyung-nya dengan tatapan bertanya, ‘apakah kau tidak ada kerjaan hingga mengikutiku seperti ini?’. Kris tersenyum lemah mengerti dengan tatapan yang diberikan oleh Tao itu. Tanpa Tao sadari, Kris melirik ke arah belakang Tao, di mana pintu apartment mereka berada. Pintu apartment mereka yang terbuka perlahan, menampakan sesosok yeoja yang tidak asing untuk Tao atau pun Kris.

“Apa kau marah karena aku telah menjadi sosok Tan seonsaengnim kedua untukmu, Tao?” tanya Kris yang ia sendiri tahu bahwa jika ia melontarkan pertanyaan seperti itu kepada Tao di sekolah pasti warga sekolah yang mendengar pertanyaan itu akan terkejut. Namun, itu sebuah pengeculian untuk Tao, yang Kris sendiri tidak tau akan pengecualian itu. Namun, kini, Kris menyadarinya. Sosok namja di depannya ini tidak terkejut sama sekali. Posisi tubuh, deru napas, detak jantung, bibirnya, kedua bola mata kelamnya, semuanya tidak ada yang berubah. Tenang, seperti tidak ada yang terjadi. “Oh, ayolah, Tao! Aku tidak bermaksud membuatmu seperti ini lagi. Aku memang sudah jatuh cinta kepada MinJeong saat pertama kali bertemu. Aku pun tidak tahu bahwa kau mencintainya juga, Tao. Jangan salahkan aku, karena tidak tahu tentang kenyatan bahwa sosok RiHyun sudah tergantikan oleh MinJeong di dalam hatimu itu, karena kau sendiri tidak mudah ditebak.”

Tao terkekeh pelan mendengar penjelasan Kris barusan dan itu membuat Kris terkejut dengan respon tidak terduga dari Tao. “Dari mana hyung dapat menyimpulkan bahwa aku mencintai MinJeong, eoh? Seingatku, aku tidak pernah bilang seperti itu kepada siapa pun. Jangan mengada-ada, hyung. Jangan membuat hoax yang tidak-tidak.”

Kris menggelengkan kepalanya pelan.  Dia heran, sangat heran dengan sikap Tao yang seperti ini. “Aku dapat membacanya dari sikapmu, Tao.”

“Cih, tadi kau yang bilang sendiri bahwa aku ini tidak mudah ditebak. Dan, kini, setelah beberapa menit, kau menjilat sendiri ludahmu. Menjijikan!” ujar Tao yang membuat kedua bola mata Kris melebar tidak menduga bahwa respon Tao akan seperti ini.

Sekali lagi, Kris menggelengkan kepalanya pelan. Heran, dia  sangat heran dengan sikap Tao ini. “Lalu, kenapa kau menciumnya di depan semuanya, hah? Apalagi kalau bukan yang namanya cinta? Tidak mungkin kalau kau melakukan itu hanya karena popularitas? Aku mengenalmu, Tao. Kita sudah lama saling mengenal, bukan kemarin sore.”

Kembali, namja ahli wushu ini terkekeh. Tidak tertekan dengan nada amarah di dalam pertanyaan Kris barusan. Tidak tertekan, karena telah membangunkan singa yang tidak makan dua minggu. Dengan santai, Tao membalas tatapan hyung-nya itu. “Ya, aku melakukannya, karena sebuah popularitas.” Tanpa Tao sadari, jawabannya itu tidak hanya membuat Kris yang terkejut, namun juga sosok yeoja yang berdiri di belakangnya. Menatap punggungnya yang tegap itu dengan sebuah tatapan nanar, dengan bibir bawahnya yang sudah terasa perih akibat digigit olehnya. “Aku sudah bosan berada di tempat kedua terus-menerus, sementara hyung terus-menerus berada di atasku, berada  di tempat pertama. Aku ingin merasakannya lagi, merasakannya kembali. Tidak peduli, meski itu membuatku dicap sebagai lelaki brengsek atau apa pun itu. I don’t care.”

Kris dan yeoja yang tidak lain dan tidak bukan adalah MinJeong itu terkejut. Mereka berdua sama-sama seperti mendengar sebuah petir menyambar di siang hari yang cerah. Mereka berdua sama-sama terkejut, apalagi dengan kalimat terakhir yang diucapkan oleh Tao dengan penuh penekanan itu.

Tao terkekeh melihat respon dari Kris itu. Masih dengan kekehannya, Tao membalikan badannya. Dan, mau tidak mau itu membuat Tao dan MinJeong berdiri berhadapan. MinJeong segera merubah ekspresinya, segera ia buat sebuah senyum simpul di bibirnya, memberikan senyuman seperti biasa kepada namja China yang masih asyik dengan kekehannya itu. Baik Kris atau pun MinJeong, mereka berdua sama-sama berpikir bahwa Tao benar-benar membenci mereka dengan alasan yang tidak diakui oleh Tao. Namun, tidak ada yang menyadarinya sama sekali bahwa kekehan Tao sempat terhenti saat kedua mata kelamnya itu mendapati bahwa sosok MinJeong sedari tadi berada di belakangnya, mendengar semua pembicaraannya dengan Kris. Tidak yang menyadarinya sama sekali, tidak ada yang mengetahuinya, bahwa posisi tubuh, deru napas, detak jantung, bibirnya, kedua bola mata kelamnya, semuanya itu berubah seketika saat mendapati kenyataan bahwa hatinya tertusuk oleh beribu jarum yang ia tancapkan sendiri. Bahwa, yeoja yang ia cintai harus mendengar kebohongannya. Bahwa, cintanya itu harus segera ia kubur dalam-dalam akibat dari kebohongannya itu.

“Kau datang ke sini, karena Kris hyung, eoh?” tanya Tao yang membuat MinJeong menggelengkan kepalanya.

MinJeong mengeluarkan sebuah benda persegi panjang berwarna putih dan memberikannya kepada Tao. “Aku ke sini ingin mengembalikannya kepadamu. Aku menemukannya beberapa hari lalu. Sorry, I was forget a day ago.”

Tao menerimanya dan menatap MinJeong dengan tatapan bertanya, ‘apa ada urusan lain lagi?’. MinJeong yang mengerti dengan tatapan itu pun menggelengkan kepalanya mantap dengan senyum yang setia di bibirnya. Tao yang mendapatkan jawaban seperti itu dari MinJeong pun mengangkat kedua bahunya tidak peduli.

“Aku akan pulang malam, hyung. Aku pergi latihan.” Tanpa menoleh sedikit pun ke arah lawan bicaranya, Tao berpamitan seraya berjalan keluar dari apartment-nya. Kemudian, berlari menuju sekolahnya. Menuju tempat di mana ia bisa melampiaskan kekesalannya, meski itu membuat fisiknya tersakiti.

----

Tao POV

“Kau benar-benar menukarkan hadiahnya, Tao?”. Kembali, entah ini sudah keberapa kalinya, aku mendengar pertanyaan itu dengan suara yang sama. Aku mendongakan kepalaku, menatap sosok HanGeng yang berdiri di depanku. Aku kembali menganggukan kepalaku. Kemudian, membalikan badanku, melangkah mengambil minumanku yang tadi diberikan oleh RiHyun.

Aku hanya membungkam mulutku, membiarkan HanGeng bergumam tidak jelas. Menyumpahiku yang benar-benar aneh. Aku sadar bahwa aku ini sangat aneh, karena aku telah menukar hadiah dari kejuaraan wushu tingakat nasional ini.

“Tao, selamat!”. Aku berhenti meneguk air putih ini saat mendengar sebuah suara tidak asing untukku. Dengan segera, aku menghentikan kegiatan meminumku ini, membalikan badanku dan membuat kedua mataku ini mau tidak mau menangkap dua pasangan yang aku tahu mereka menyadari sesuatu dengan sendirinya. Menyadari bahwa mereka telah membuatku tersakiti, meski aku tetap mengucapkan bahwa aku tidak tersakiti oleh mereka.

“Kau benar-benar hebat, Tao” ujar salah seorang perempuan dari dua perempuan yang berada di hadapanku. Seorang perempuan bernama lengkap Cho RiHyun. “Aku takjub dengan kemampuan wushumu itu. Kau tidak banyak berubah. Aku harap kapan-kapan kita bisa berlatih bersama.” Aku terkekeh mendengar ucapan RiHyun barusan seraya melirik ke arah HanGeng yang masih menatapku dengan tatapan tidak percaya sama seperti beberapa menit lalu.

“Kau benar-benar akan pulang ke China, Tao?”. Kali ini seorang lelaki dari dua lelaki di hadapanku. Seorang lelaki yang akrab disapa Kris itu berdiri di samping pacarnya dengan tangan mereka yang saling menggenggam mesra. “Apa kau tega meninggalkanku sendiri di apartment kita?”. Kembali, aku terkekeh mendengar ucapan Kris itu. Kali ini, aku melirik ke arah perempuan yang tersisa. Sosok perempuan bernama lengkap Lee MinJeong.

“Selamat atas kemenanganmu” ucap MinJeong yang membuat aku mengangkat kedua bahuku tidak peduli.

Aku menoleh ke arah RiHyun yang pertama kali bicara di antara mereka berempat. “Menurutmu, aku tidak banyak berubah. Namun, tidak menurutku. Mungkin, kapan-kapan, jika kau berkunjung ke China, seonbaenim.” Aku terkekeh dengan panggilan yang aku tunjukan kepada RiHyun. ‘Seonbaenim’. Dia paling benci, jika dipanggil dengan sebutan seperti itu. Dan, itu terbukti. Dia mulai menggerutu tidak jelas.

“Jangan panggil aku seonbaenim” ujar RiHyun yang tidak aku pedulikan.

Kemudian, aku menoleh ke arah HanGeng yang menjadi orang kedua dan orang pertama yang berbicara denganku tanpa suara. “Itu sudah keputusanku. Aku tidak akan menjilat ludahku sendiri, seonsaengnim.” Sama halnya dengan kata ‘seonbaenim’  yang aku tunjukan kepada RiHyun. Aku terkekeh sendiri degan panggilan yang aku tunjukan kepada HanGeng. ‘Seonsaengnim.’

“Hah, aku tau kau akan tetap dengan pendirianmu. Dan, jangan panggil dengan sebutan seperti itu. Saat kau memutuskan keputusanmu itu berarti aku sudah bukan seonsaengnim-mu lagi” ujar HanGeng yang tidak aku pedulikan.

Kemudian, aku menoleh ke arah satu pasangan yang tersisa sekaligus. “Aku pikir di China aku akan mempunyai lawan yang lebih menantang dari pada di Korea, Kris-sshi. Dan, kau tidak perlu mengucapkan selamat kepadaku, aku sudah muak mendengar ucapan selamat itu dari tadi, MinJeong-sshi.”  Kali ini, aku tidak terkekeh dengan panggilan formalku kepada MinJeong dan Kris. Kali ini, justru mereka berdualah yang terkejut.

There’s nothing  to talk again, right? I want to back to the start line. So, please, go away!” ucapku seraya membalikan badanku.

Aku sadar bahwa ucapanku barusan pasti membuat keempat orang itu terkejut, but I don’t care. Aku pun melangkahkan kedua kakiku menuju tasku berada. Kemudian, berjalan menuju pintu ruangan ini yang membawaku keluar menuju tempat baruku.

“Aku harap kita bisa bertemu lagi. Sometimes” ujar MinJeong yang membuat langkahku berhenti. Aku menghela napasku mendengar harapan MinJeong barusan. Aku tahu bahwa baik RiHyun, HanGeng atau pun Kris, mereka bertiga sama-sama setuju dengan harapan MinJeong itu. Tapi, aku? Aku sendiri tidak tau. Aku mengiyakan harapan itu atau tidak. Aku tidak tau, yang jelas untuk sekarang aku tidak mengiyakan harapan itu.

Memang aku menukar hadiah juara pertamaku dengan hadiah juara ketiga. Aku menukarkan hadiah berupa mobil dan beasiswa serta tiket masuk ke perkumpulan atlet wushu seKorea Selatan dengan beasiswa di China. Bodoh? Maybe, but I don’t care. Aku ingin memulai hidupku dari awal. Semuanya, termasuk soal percintaan dan pengecualian untuk wushu. Meski, aku sendiri tahu bahwa  itu adalah sesuatu yang sulit.

The End...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar