Title : Go Away
Genre : Friendship, Love, Family
Main Cast : Huang ZiTao (Tao) EXO, Wu YiFan (Kris) EXO, Lee
MinJeong (OC), Tan HanGeng, Cho RiHyun (OC)
Author : RistaMania
Length : TwoShot (3.940 words)
Rating : PG-15 (?)
Disclaimer
: All casts in this ff are belong to God, but this story (ff) is mine
----
MinJeong
POV
“Annyeong, Kris oppa!” sapaku.
“Ekh,
annyeong, MinJeong. Ada apa?” tanya
Kris.
Aku
hanya tersenyum mendengar pertanyaan Kris barusan. Kini aku berniat untuk
mengunjungi tetanggaku yang sekaligus seonbae
dan teman sekelasku itu dengan alasan yang sudah aku buat. “Ini aku membuat kue
lagi, aku tidak ada teman untuk memakannya. Bisakah makan bersama di apartment ini?”.
“Kalau
begitu masuklah.” Setelah mendapatkan izin dari salah satu pemilik apartment ini, aku langsung masuk tanpa
mempedulikan Kris yang masih berdiri di pintu apartment-nya.
Aku
langsung berjalan ke dapur, meletakan piring berisi kue buatanku itu di atas
meja makan. Kemudian, langsung menyiapkan semuanya, seperti piring, sendok dan
minuman kaleng yang memenuhi refrigerator
dua namja China itu.
“Kau
terlalu bersemengat, MinJeong.” Aku mendengar sebuah suara yang tidak asing
untukku. Aku pun menghentikan kerjaanku yang memotong kue ini. Aku menengok ke
arah Kris yang sudah duduk di meja makan, menunggu kue ini.
“Aku
ingin segera mencoba eksperimen baruku, oppa”
jawabku seraya meneruskan perkejaanku ini. Kemudian, aku pun memindahkan ketiga
piring yang sudah terisi sepotong kue ini ke atas meja makan. Kemudian, aku
duduk berhadapan dengan seonbae-ku
ini. “Di mana Tao, oppa?”.
“Untuk
apa kau mencariku, eoh?”. Aku yang
mendengar suara Tao itu pun langsung menengok ke sumber suara, dan aku rasa
Kris pun melakukan hal yang sama denganku. Aku mendapati namja China yang tidak pernah mau belajar bahasa Korea itu tengah
berdiri di ambang pintu dapur dengan salah satu tangan yang sibuk mengeringkan
rambutnya yang basah dengan handuk kecil putih itu. Tanpa sadar, aku tersenyum
kepadanya. Entahlah, bagiku dia tampan dengan penampilan sederhana dan natural
seperti itu. Dia memakai kaos hitam tanpa lengan dan celana hitam. Meski
sederhana, namun terlihat menawan di kedua mataku.
Saat
tatapan kita berdua bertemu, aku langsung menoleh ke arah Kris yang berada di
hadapanku ini. Aku menatap Kris penuh selidik, menatap sosok yang selalu
menjadi nomor satu dari Tao di mata semua orang ini. Jujur saja, saat tatapanku
dengan Tao bertemu, aku ingin setuju dengan orang-orang yang menjadikan Tao
nomor dua itu. Entah karena alasan apa, aku menemukan sosok Tao yang dingin itu
kembali. Tatapan dingin tanpa ada kehangatan sedikit pun itu kembali aku
temukan saat beberapa detik lalu tatapan kami bertemu. Tatapan itu kembali
membuat dadaku berdetak lebih cepat dan membuatku merasa takut terhadap sosok
itu. Kini aku tau, aku mengetahuinya, mengetahui apa yang membuat semua orang
menomor satukan Kris. Tatapannya. Tatapan Kris berbeda dari tatapan Tao. Namja China yang dapat berbahasa Korea
itu memiliki tatapan yang hangat, berbeda dengan Tao yang memiliki tatapan
dingin yang menakutkan.
“Untuk
apa kau ke sini, eoh?”. Pertanyaan
dingin Tao barusan membuatku sadar dari lamunanku. Dengan segera, aku pun
menengok ke arah Tao. Aku tersenyum sipul ke arahnya yang tidak dibalas
olehnya, atau mungkin tidak dipedulikan olehnya. Tao mengalihkan pandangannya
ke arah Kris yang masih menatapnya. “Apa dia ke sini seperti yang kau
ceritakan, hyung?”. Aku mengeryitkan
keningku saat mendengar pertanyaan Tao barusan. Dengan segera, aku menengok ke
arah Kris. Menatap namja itu penuh
tanya.
“Ternyata,
benar dugaanku.” Belum sempat aku mengerti atas pertanyaan Tao yang pertama, namja panda itu kembali membuatku tidak
mengerti. Namja itu melangkahkan
kakinya mendekati meja makan. Dia mengambil satu minuman kaleng dari tiga
minuman kaleng yang aku letakan berdekatan itu. “Selamat, aku turut senang
kalian berpacaran.” Ucapan selamat Tao barusan membuatku membelalakan kedua
mataku. Tanpa sadar, aku mengepalkan kedua tanganku dan menggigit bibir
bawahku. “Tenang saja, aku tidak akan mengganggu kalian berdua! Aku pun hanya
ingin mengambil minuman ini. Selamat bersenang-senang!” Setelah mengucapkannya,
Tao berjalan meninggalkanku dan Kris tanpa menunggu respon kami berdua, atau
lebih tepatnya aku.
Aku
menatap nanar punggung Tao yang menjauh itu, kemudian menatap Kris yang
tersenyum manis kepadaku. Aku pun membalas senyum manis namjachingu-ku itu. Memang kini Kris telah menjadi namjachingu-ku, dengan persetujuan yang
tanpa sadar beberapa menit lalu aku berikan itu. Kemarin, Kris menyatakan
cintanya kepadaku, dia tidak memintaku menjawabnya dengan kata-kata, melainkan
dengan hal yang lain. Dia memintaku datang ke rumahnya hari ini, membawa kue
buatanku, mengajaknya makan bersama. Dan, tanpa sadar, aku melakukan itu semua.
Aku pun tidak dapat mengelaknya lagi, aku harus menerima kenyataan bahwa kini
aku adalah namjachingu dari seonbae-ku sendiri.
----
Tao
POV
Aku
melirik ke arah iPhone-ku yang berada di atas meja ini. Aku melihat ada
panggilan masuk dan membaca nama yang tertera di sana, ‘Kris hyung.’
“Hah.”
Aku menghela napasku berat. Malas rasanya mengangkat telepon itu. Aku pun
menunggu hingga panggilan masuk itu berhenti. Aku langsung mengeluarkan baterai
iPhone-ku ini dari tempatnya, menyimpan kedua benda itu di dalam loker meja
ini. Kemudian, aku bangkit dari tempatku duduk, membawa tasku dan melangkah
keluar dari kelasku menuju tempat latihan.
Aku
terus berjalan yang membuat beberapa siswa-siswi yang berada di koridor
menatapku. Aku mengerti dengan arti tatapan mereka, oleh sebab itu aku berusah
untuk tidak mempedulikannya. Tapi, langkahku berhenti saat seorang perempuan
tidak asing untukku itu menghadangku. Perempuan yang satu tingkatan di atasku
ini berdiri tepat di depanku yang membuatku mau tidak mau harus berurusan
dengannya lagi, karena setiap aku berusaha melangkah melewatinya perempuan ini
selalu menghadangku kembali. Seorang perempuan yang adalah mantan kekasihku.
“Kau
akan mengikuti lomba nasional kembali?” tanyanya dengan bahasa yang aku
mengerti.
“Ya,
dan untuk apa kau bertanya kepadaku? Aku pikir teman-temanmu yang tukang gossip itu sudah membicarakannya mulai
kapan tahu” jawabku ketus. Aku malas berurusan dengan masa lalu. Tidak peduli,
masa lalu itu sedih atau bahagia. Aku akan mengubur semua itu dalam-dalam, agar
aku bisa tenang menghadapi masa depanku yang telah menungguku.
“Dan,
kau akan mengikutinya dengan perasaan yang sama seperti tahun lalu?” ujarnya
lagi yang tidak mengubah caraku bernapas, menatapnya, berdiri tegap atau apa
pun itu, yang jelas aku tidak terkejut sama sekali mendengarnya bertanya
seperti itu. “Aku tahu kau mencintainya. Kau tidak akan sembarangan mencium
orang, aku tahu seperti apa kau. Bagaimana pun aku pernah menjadi bagian
hidupmu.”
“And, I
don’t care about it” jawabku ketus. “Kau memang pernah menjadi bagian
hidupku, dan aku tidak peduli tentang itu. Seharusnya kau mengetahuinya,
bukankah beberapa detik lalu kau mengaku bahwa kau adalah masa laluku, eoh? Bahkan, kau mengaku kau tau aku
seperti apa. Jadi, tidak ada yang perlu ditanyakan lagi, bukan?”.
“Ada
satu...”. RiHyun tidak melanjutkan kalimatnya saat aku mengangkat jari telunjuk
kananku tepat di depannya.
“Just leave me alone” ucapkku dengan nada
berbisik, meski begitu aku tahu bahwa RiHyun dapat mendengarnya.
RiHyun
tidak menjawab, dia hanya terdiam seperti batu. Aku pun berjalan melewatinya,
melanjutkan perjalananku menuju ruang latihanku.
----
Author
POV
Suasana
di sebuah ruangan yang menjadi tempat latihan Tao itu kini di selimuti
keheningan yang mencekam yang membuat semua orang merasa risih dengan suasana
seperti itu, kecuali dua orang yang berdiri berhadapan dengan jarak yang masih
memisahkan mereka. Sekitar lima langkah kaki orang dewasalah yang jarak
memisahkan dua namja keturunan China
bernama Tao dan HanGeng itu.
Tao
berdiri tegap menatap namja yang
lebih tua darinya itu. “Untuk apa kau berada di sini?”.
“Kau
bisa memanggilku ‘hyung’, Tao. Meski,
kita masih berada di sekolah, aku tidak keberatan, biar aku yang menjelaskan
ini kepada yang lain” ujar HanGeng yang sebenarnya tidak ada hubungannya dengan
pertanyaan Tao barusan. Tidak menjawab apa pun dari lawan bicaranya, HanGeng
memutuskan untuk mengurangi jarak yang masih memisahkan mereka berdua. Dia
melangkah mendekati namja China yang
menatapnya dingin.
“Apa
kau masih marah denganku?” tanya HanGeng tepat saat ia sudah berdiri di depan
Tao. “Akh, tidak. Apa kau masih membenciku?”.
Tao
tersenyum sinis mendengar pertanyaan HanGeng barusan. Dia melipat kedua
tangannya di depan dadanya. “Haruskah aku menjawab pertanyaanmu itu?”. HanGeng
menaikan salah satu alisnya mendengar pertanyaan Tao itu. “Menurutku, harus.”
“Terserah.”
Tao berjalan melewati HanGeng yang masih menatapnya dengan tatapan meminta
jawaban. Tao mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruangan latihannya
itu. Dia mengeryitkan keningnya saat tidak menemukan apa yang ia cari, atau
lebih tepatnya seseorang yang ia cari.
HanGeng
terkekeh menyadari Tao kebingungan tidak menemukan siapa yang ia cari itu. Tao
yang mendengar kekehan HanGeng barusan pun membalikan badannya, kembali mereka
berdua berdiri berhadapan dengan jarak yang memisahkan mereka. “Kau mencari siapa?”.
Kembali
Tao menatap HanGeng tajam nan dingin.
“Tidak perlu berbasa-basi, hyung. Kau
tau siapa yang aku cari. Dimana Jung seonsaengnim?”.
Kedua
mata HanGeng melebar saat mendengar Tao memanggilnya dengan sebutan ‘hyung’ seperti yang ia minta beberapa
menit lalu. “Kau tadi memanggilku apa? Hyung?”.
Tao mendengus kesal mendengar pertanyaan HanGeng barusan. Dia memalingkan
wajahnya dari HanGeng yang masih menatapnya. Mengerti dengan sikap dan sifat
Tao, HanGeng pun tersenyum lembut nan
hangat. Dia kembali mengurangi jarak antara dirinya dengan namja yang lebih muda darinya itu.
Kini
HanGeng sudah tepat berdiri di depan Tao. HanGeng pun menepuk beberapa kali
bahu Tao penuh kasih sayang. Dan, tingkah serta aura hangat dari HanGeng itu
membuat HanGeng menyadari bahwa kini Tao berdiri dengan posisi yang berbeda.
Tao berdiri santai di depannya, tanpa ada beban atau aura kebencian yang ia
rasakan. HanGeng berusaha menatap kedua mata Tao, namun Tao tetap mengalihkan
tatapannya dari HanGeng.
“Kini
aku kembali menjadi seonsaengnim-mu,
Tao. Jung seonsaengnim tidak akan
pernah mengajarmu wushu lagi, itu sudah menjadi kewajibanku kini” jelas
HanGeng.
“Hah.”
Tao menghela napasnya berat. Dia mulai berjalan ke tengah-tengah ruangan tersebut.
Melakukan pemanasan, sama sekali tidak mempedulikan respon dari HanGeng.
“Kau
harus menang untuk kedua kalinya, Tao” ujar HanGeng yang membuat Tao
menghentikan aktifitasnya.
Tao
menoleh ke arah HanGeng dengan tatapan yang kembali tajam dan dingin, sama
persis dengan tatapan yang selama ini ia berikan kepada semua orang, terutama
RiHyun dan HanGeng. Dan, mungkin dua buah nama akan masuk ke dalam list orang yang akan menerima tatapan
seperti itu dari Tao. Kris. Lee MinJeong. “Tanpa kau berbicara seperti itu pun
aku akan memenangkannya lagi, hyung.
Dan, tanpa perlu kau mengajarku wushu pun aku akan berlatih sendiri. Aku akan
membuktikan bahwa aku bisa memenangkannya tanpa bantuan dari siapa pun.”
Kedua
mata sipit HanGeng kini membelalak mendengar ucapan dingin Tao barusan. Dia
seperti mengalami de javu. Dia pernah
mendengar kalimat-kalimat itu dengan suara yang sama. Kalimat yang ia dengar
secara diam-diam, setahun yang lalu.
----
Tao
POV
Klek.
Aku menghentikan langkah kakiku saat ingin melakukan lompatan dengan putaran di
udara, begitu mendengar suara pintu terbuka. Sontak aku menolehkan kepalaku ke
arah sumber suara. Aku menemukan sesosok perempuan yang tidak asing untukku itu
berjalan mendekatiku atau lebih tepatnya ke arah HanGeng yang berdiri tidak
jauh dari tempatku. Aku mengacuhkannya yang tersenyum manis kepadaku. Aku
langsung melakukan kembali latihanku tanpa mempedulikan sepasang kekasih
tersebut.
“Tao,
hati-hati!”. BRUGH. “AGH…!!!”. “Tao-ah.”
Semuanya seperti terjadi dengan cepat untukku. Baru saja beberapa menit lalu,
aku mendengar RiHyun memperingatiku untuk berhati-hati. Namun, tidak lama
kemudian, aku mendengar sesuatu yang berat terjatuh ke lantai tanpa alas ini,
setelah sebelumnya aku merasakan tubuhku menjadi ringan. Dan, saat suara benda
jatuh itu terdengar, aku merasakan punggungku sangat sakit, yang membuatku
berteriak kesakitan. Kemudian, aku mendengar suara HanGeng dan RiHyun terdengar
jelas di kedua kupingku.
“Tao,
sadarlah!”. Aku mendengar suara HanGeng dengan sangat jelas, di mana aku pun
juga merasakan sebuah tangan menepuk-nepuk salah satu pipiku.
“Tao.”
Kali ini aku mendengar suara RiHyun.
Aku
memang hanya dapat mendengar kedua suara itu. Kedua suara yang terdengar
khawatir kepadaku itu berada di dekatku. Aku tidak bisa melihat mereka, lebih
tepatnya aku tidak mampu. Aku terpaksa memejamkan kedua mataku rapat-rapat,
karena rasa sakit di punggungku ini.
“Gege, cepat bawa Tao ke ruang kesehatan.”
Kembali aku mendengar suara RiHyun yang langsung membuatku menggenggam
pergelangan tangannya kuat-kuat. “Tao, tolong jangan membantah lagi!”.
Aku
membuka kedua mataku, meski itu membuatku semakin merasakan kesakitan yang
amat. Aku menatap kedua mata RiHyun yang tepat berada di depanku. Aku dapat
membaca tatapan matanya yang mengkhawatirkan keadaanku itu. Dia menggelengkan
kepalanya pelan membuat rambutnya bergerak seirama dengan gerakan kepalanya
itu. Aku terkekeh melihatnya.
“Tao.”
Aku mendengar jeritan pelan terlontar dari bibir RiHyun. Kembali aku terkekeh.
Akulah yang membuat RiHyun menjerit tertahan seperti itu, karena aku memaksakan
diriku untuk bangkit dari tempatku, berdiri tegak di antara HanGeng dan RiHyun yang sama-sama menatapku
penuh kekhawatiran.
“Kau
gila, Tao” ujar RiHyun yang membuatku menoleh ke arahnya. Aku tersenyum sinis
kepada perempuan itu. Kemudian, aku menoleh ke arah HanGeng.
“Aku
pikir latihan hari ini cukup sampai sini saja, hyung” ujarku yang berjalan menuju tempat di mana aku meletakan
tasku.
KLEK.
“Kris oppa.” “Tao.” Mendengar tiga
buah suara itu membuat semua gerak tubuhku berhenti seolah-olah baterai di
dalam tubuhku itu tercabut begitu saja. Aku masih terdiam di tempatku, masih
memunggungi dua orang yang berada di dalam ruangan latihan ini dan juga dua
orang yang berada di ambang pintu ruang latihan ini yang terbuka. Aku tahu
siapa mereka. Dua pasang kekasih yang telah membuatku hancur.
“Hah.”
Aku menghela napasku berat. Kemudian, aku kembali melangkahkan kedua kakiku, mendekati
tasku, meraihnya dan memakainya. Aku langsung membalikan badanku. Tanpa menatap
siapa pun, aku melangkah kedua kakiku keluar dari ruangan ini, keluar dari
sekolah ini. Menjauh dari segala sesuatu yang membuatku hancur, meski aku
sendiri pun tahu dan sadar bahwa aku akan tetap hancur saat di apartment, tujuan langkah kakiku ini.
----
Author
POV
Waktu
terus berjalan tanpa henti dan tanpa ada niat atau pun takdir untuk berputar
atau pun menoleh sedikit ke belakang. Namun, itu seperti ada sebuah
pengecualian. Kini ruangan yang dijadikan menjadi sebuah kamar seorang namja China itu sedang diselimuti oleh
suasana yang sama seperti setahun yang lalu. Sebuah kamar seorang namja China itu mengalami de javu. Tentu saja itu disebabkan,
karena sang pemilik kamar yang mengalami hal yang hampir sama dengan apa yang
dia alami beberapa waktu lalu, tepatnya setahun lalu.
Kini
namja yang tidak lain dan tidak bukan
adalah Tao itu sedang membaringkan badannya di kasurnya. Namja yang kini memakai kaos hitam tanpa lengan dan celana panjang
hitam itu tidak memejamkan kedua mata kelamnya itu, kedua matanya menatap lurus
ke langit-langit kamarnya. Suasana di kamarnya sangat sunyi dan dingin, bukan
karena pendingin ruangan yang menyala atau pun cuaca, melainkan karena suasana
hati namja asli China yang mengalami de javu itu. Suasana itu tidak berubah
sedikit pun, hingga pintu kamar yang sedari tadi tertutup itu terbuka.
Klek.
Suara pintu terbuka itu mau tidak mau membuat Tao menoleh ke arah pintu
kamarnya. Dapat terlihat dari kedua mata kelamnya itu, sesosok namja yang lebih tua darinya yang sudah
ia jadikan sosok hyung itu masuk ke
dalam kamarnya.
“Kau
sibuk?” tanya namja itu yang tidak
lain dan tidak bukan adalah Kris. Sosok hyung
yang ingin Tao hindari. “Kenapa?”. Merasa tidak mendapat penolakan atas
kehadirannya, Kris pun berjalan mendekati Tao yang sudah duduk di atas
kasurnya. Meski, Kris sendiri sadar bahwa tanpa nada suara Tao memberikan
penolakan atas kehadirannya pun, tatapan dan suasana di sekeliling Tao sudah
sedari lama memberikan penolakan atas kehadirannya.
“Ada
apa?” tanya Tao lagi saat tidak mendapat jawaban dari sosok hyung-nya yang telah berdiri tepat di
depannya.
Kris
tidak menjawab sama sekali. Dia hanya menatap Tao dengan tatapan yang tidak
disukai oleh namja yang ditatap. Kris
sendiri sadar bahwa itu hanya akan membuat Tao semakin membencinya. Merasa Kris
hanya kurang kerjaan mendatanginya, Tao memutuskan bangkit dari tempat
duduknya. Kemudian, berjalan keluar dari kamarnya. Tao sadar bahwa Kris
mengikutinya.
Tap.
Tap. Tap. “Hah.” Tao menghentikan langkah kakinya, kemudian membalikan
badannya. Dia menghela napasnya memandang sosok hyung-nya itu. Menatap hyung-nya
dengan tatapan bertanya, ‘apakah kau
tidak ada kerjaan hingga mengikutiku seperti ini?’. Kris tersenyum lemah
mengerti dengan tatapan yang diberikan oleh Tao itu. Tanpa Tao sadari, Kris
melirik ke arah belakang Tao, di mana pintu apartment
mereka berada. Pintu apartment mereka
yang terbuka perlahan, menampakan sesosok yeoja
yang tidak asing untuk Tao atau pun Kris.
“Apa
kau marah karena aku telah menjadi sosok Tan seonsaengnim kedua untukmu, Tao?” tanya Kris yang ia sendiri tahu
bahwa jika ia melontarkan pertanyaan seperti itu kepada Tao di sekolah pasti
warga sekolah yang mendengar pertanyaan itu akan terkejut. Namun, itu sebuah
pengeculian untuk Tao, yang Kris sendiri tidak tau akan pengecualian itu.
Namun, kini, Kris menyadarinya. Sosok namja
di depannya ini tidak terkejut sama sekali. Posisi tubuh, deru napas, detak
jantung, bibirnya, kedua bola mata kelamnya, semuanya tidak ada yang berubah.
Tenang, seperti tidak ada yang terjadi. “Oh, ayolah, Tao! Aku tidak bermaksud
membuatmu seperti ini lagi. Aku memang sudah jatuh cinta kepada MinJeong saat
pertama kali bertemu. Aku pun tidak tahu bahwa kau mencintainya juga, Tao.
Jangan salahkan aku, karena tidak tahu tentang kenyatan bahwa sosok RiHyun
sudah tergantikan oleh MinJeong di dalam hatimu itu, karena kau sendiri tidak
mudah ditebak.”
Tao
terkekeh pelan mendengar penjelasan Kris barusan dan itu membuat Kris terkejut
dengan respon tidak terduga dari Tao. “Dari mana hyung dapat menyimpulkan bahwa aku mencintai MinJeong, eoh? Seingatku, aku tidak pernah bilang
seperti itu kepada siapa pun. Jangan mengada-ada, hyung. Jangan membuat hoax
yang tidak-tidak.”
Kris
menggelengkan kepalanya pelan. Dia
heran, sangat heran dengan sikap Tao yang seperti ini. “Aku dapat membacanya
dari sikapmu, Tao.”
“Cih,
tadi kau yang bilang sendiri bahwa aku ini tidak mudah ditebak. Dan, kini,
setelah beberapa menit, kau menjilat sendiri ludahmu. Menjijikan!” ujar Tao
yang membuat kedua bola mata Kris melebar tidak menduga bahwa respon Tao akan
seperti ini.
Sekali
lagi, Kris menggelengkan kepalanya pelan. Heran, dia sangat heran dengan sikap Tao ini. “Lalu,
kenapa kau menciumnya di depan semuanya, hah? Apalagi kalau bukan yang namanya
cinta? Tidak mungkin kalau kau melakukan itu hanya karena popularitas? Aku
mengenalmu, Tao. Kita sudah lama saling mengenal, bukan kemarin sore.”
Kembali,
namja ahli wushu ini terkekeh. Tidak
tertekan dengan nada amarah di dalam pertanyaan Kris barusan. Tidak tertekan,
karena telah membangunkan singa yang tidak makan dua minggu. Dengan santai, Tao
membalas tatapan hyung-nya itu. “Ya,
aku melakukannya, karena sebuah popularitas.” Tanpa Tao sadari, jawabannya itu
tidak hanya membuat Kris yang terkejut, namun juga sosok yeoja yang berdiri di belakangnya. Menatap punggungnya yang tegap
itu dengan sebuah tatapan nanar, dengan bibir bawahnya yang sudah terasa perih
akibat digigit olehnya. “Aku sudah bosan berada di tempat kedua terus-menerus,
sementara hyung terus-menerus berada
di atasku, berada di tempat pertama. Aku
ingin merasakannya lagi, merasakannya kembali. Tidak peduli, meski itu
membuatku dicap sebagai lelaki brengsek atau apa pun itu. I don’t care.”
Kris
dan yeoja yang tidak lain dan tidak
bukan adalah MinJeong itu terkejut. Mereka berdua sama-sama seperti mendengar
sebuah petir menyambar di siang hari yang cerah. Mereka berdua sama-sama
terkejut, apalagi dengan kalimat terakhir yang diucapkan oleh Tao dengan penuh
penekanan itu.
Tao
terkekeh melihat respon dari Kris itu. Masih dengan kekehannya, Tao membalikan
badannya. Dan, mau tidak mau itu membuat Tao dan MinJeong berdiri berhadapan.
MinJeong segera merubah ekspresinya, segera ia buat sebuah senyum simpul di
bibirnya, memberikan senyuman seperti biasa kepada namja China yang masih asyik dengan kekehannya itu. Baik Kris atau
pun MinJeong, mereka berdua sama-sama berpikir bahwa Tao benar-benar membenci
mereka dengan alasan yang tidak diakui oleh Tao. Namun, tidak ada yang
menyadarinya sama sekali bahwa kekehan Tao sempat terhenti saat kedua mata
kelamnya itu mendapati bahwa sosok MinJeong sedari tadi berada di belakangnya,
mendengar semua pembicaraannya dengan Kris. Tidak yang menyadarinya sama
sekali, tidak ada yang mengetahuinya, bahwa posisi tubuh, deru napas, detak
jantung, bibirnya, kedua bola mata kelamnya, semuanya itu berubah seketika saat
mendapati kenyataan bahwa hatinya tertusuk oleh beribu jarum yang ia tancapkan
sendiri. Bahwa, yeoja yang ia cintai
harus mendengar kebohongannya. Bahwa, cintanya itu harus segera ia kubur
dalam-dalam akibat dari kebohongannya itu.
“Kau
datang ke sini, karena Kris hyung, eoh?” tanya Tao yang membuat MinJeong menggelengkan
kepalanya.
MinJeong
mengeluarkan sebuah benda persegi panjang berwarna putih dan memberikannya
kepada Tao. “Aku ke sini ingin mengembalikannya kepadamu. Aku menemukannya
beberapa hari lalu. Sorry, I was forget a day ago.”
Tao
menerimanya dan menatap MinJeong dengan tatapan bertanya, ‘apa ada urusan lain lagi?’. MinJeong yang mengerti dengan tatapan
itu pun menggelengkan kepalanya mantap dengan senyum yang setia di bibirnya.
Tao yang mendapatkan jawaban seperti itu dari MinJeong pun mengangkat kedua
bahunya tidak peduli.
“Aku
akan pulang malam, hyung. Aku pergi
latihan.” Tanpa menoleh sedikit pun ke arah lawan bicaranya, Tao berpamitan
seraya berjalan keluar dari apartment-nya.
Kemudian, berlari menuju sekolahnya. Menuju tempat di mana ia bisa melampiaskan
kekesalannya, meski itu membuat fisiknya tersakiti.
----
Tao
POV
“Kau
benar-benar menukarkan hadiahnya, Tao?”. Kembali, entah ini sudah keberapa
kalinya, aku mendengar pertanyaan itu dengan suara yang sama. Aku mendongakan
kepalaku, menatap sosok HanGeng yang berdiri di depanku. Aku kembali
menganggukan kepalaku. Kemudian, membalikan badanku, melangkah mengambil
minumanku yang tadi diberikan oleh RiHyun.
Aku
hanya membungkam mulutku, membiarkan HanGeng bergumam tidak jelas. Menyumpahiku
yang benar-benar aneh. Aku sadar bahwa aku ini sangat aneh, karena aku telah
menukar hadiah dari kejuaraan wushu tingakat nasional ini.
“Tao,
selamat!”. Aku berhenti meneguk air putih ini saat mendengar sebuah suara tidak
asing untukku. Dengan segera, aku menghentikan kegiatan meminumku ini,
membalikan badanku dan membuat kedua mataku ini mau tidak mau menangkap dua
pasangan yang aku tahu mereka menyadari sesuatu dengan sendirinya. Menyadari
bahwa mereka telah membuatku tersakiti, meski aku tetap mengucapkan bahwa aku
tidak tersakiti oleh mereka.
“Kau
benar-benar hebat, Tao” ujar salah seorang perempuan dari dua perempuan yang
berada di hadapanku. Seorang perempuan bernama lengkap Cho RiHyun. “Aku takjub
dengan kemampuan wushumu itu. Kau tidak banyak berubah. Aku harap kapan-kapan
kita bisa berlatih bersama.” Aku terkekeh mendengar ucapan RiHyun barusan
seraya melirik ke arah HanGeng yang masih menatapku dengan tatapan tidak
percaya sama seperti beberapa menit lalu.
“Kau
benar-benar akan pulang ke China, Tao?”. Kali ini seorang lelaki dari dua
lelaki di hadapanku. Seorang lelaki yang akrab disapa Kris itu berdiri di
samping pacarnya dengan tangan mereka yang saling menggenggam mesra. “Apa kau
tega meninggalkanku sendiri di apartment
kita?”. Kembali, aku terkekeh mendengar ucapan Kris itu. Kali ini, aku melirik
ke arah perempuan yang tersisa. Sosok perempuan bernama lengkap Lee MinJeong.
“Selamat
atas kemenanganmu” ucap MinJeong yang membuat aku mengangkat kedua bahuku tidak
peduli.
Aku
menoleh ke arah RiHyun yang pertama kali bicara di antara mereka berempat. “Menurutmu,
aku tidak banyak berubah. Namun, tidak menurutku. Mungkin, kapan-kapan, jika
kau berkunjung ke China, seonbaenim.”
Aku terkekeh dengan panggilan yang aku tunjukan kepada RiHyun. ‘Seonbaenim’. Dia paling benci, jika
dipanggil dengan sebutan seperti itu. Dan, itu terbukti. Dia mulai menggerutu
tidak jelas.
“Jangan
panggil aku seonbaenim” ujar RiHyun
yang tidak aku pedulikan.
Kemudian,
aku menoleh ke arah HanGeng yang menjadi orang kedua dan orang pertama yang
berbicara denganku tanpa suara. “Itu sudah keputusanku. Aku tidak akan menjilat
ludahku sendiri, seonsaengnim.” Sama
halnya dengan kata ‘seonbaenim’ yang aku tunjukan kepada RiHyun. Aku terkekeh
sendiri degan panggilan yang aku tunjukan kepada HanGeng. ‘Seonsaengnim.’
“Hah,
aku tau kau akan tetap dengan pendirianmu. Dan, jangan panggil dengan sebutan
seperti itu. Saat kau memutuskan keputusanmu itu berarti aku sudah bukan seonsaengnim-mu lagi” ujar HanGeng yang
tidak aku pedulikan.
Kemudian,
aku menoleh ke arah satu pasangan yang tersisa sekaligus. “Aku pikir di China
aku akan mempunyai lawan yang lebih menantang dari pada di Korea, Kris-sshi. Dan, kau tidak perlu mengucapkan
selamat kepadaku, aku sudah muak mendengar ucapan selamat itu dari tadi,
MinJeong-sshi.” Kali ini, aku tidak terkekeh dengan panggilan
formalku kepada MinJeong dan Kris. Kali ini, justru mereka berdualah yang
terkejut.
“There’s nothing to talk again, right? I want to back to the
start line. So, please, go away!” ucapku seraya membalikan badanku.
Aku
sadar bahwa ucapanku barusan pasti membuat keempat orang itu terkejut, but I don’t care. Aku pun melangkahkan
kedua kakiku menuju tasku berada. Kemudian, berjalan menuju pintu ruangan ini
yang membawaku keluar menuju tempat baruku.
“Aku
harap kita bisa bertemu lagi. Sometimes”
ujar MinJeong yang membuat langkahku berhenti. Aku menghela napasku mendengar
harapan MinJeong barusan. Aku tahu bahwa baik RiHyun, HanGeng atau pun Kris,
mereka bertiga sama-sama setuju dengan harapan MinJeong itu. Tapi, aku? Aku
sendiri tidak tau. Aku mengiyakan harapan itu atau tidak. Aku tidak tau, yang
jelas untuk sekarang aku tidak mengiyakan harapan itu.
Memang
aku menukar hadiah juara pertamaku dengan hadiah juara ketiga. Aku menukarkan
hadiah berupa mobil dan beasiswa serta tiket masuk ke perkumpulan atlet wushu
seKorea Selatan dengan beasiswa di China. Bodoh? Maybe, but I don’t care.
Aku ingin memulai hidupku dari awal. Semuanya, termasuk soal percintaan dan
pengecualian untuk wushu. Meski, aku sendiri tahu bahwa itu adalah sesuatu yang sulit.
The
End...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar