Title : Go Away
Genre : Friendship, Love, Family
Main Cast : Huang ZiTao (Tao) EXO, Wu YiFan (Kris) EXO, Lee
MinJeong (OC), Tan HanGeng, Cho RiHyun (OC)
Author : RistaMania
Length : TwoShot (5.633 words)
Rating : PG-15 (?)
Disclaimer
: All casts in this ff are belong to God, but this story (ff) is mine
----
Tao
POV
PROK.PROK.PROK.
Aku
menghela napasku lembut. Aku membuka kedua mataku perlahan dan melihat ke arah
di mana aku mendengar suara langkah kaki mendekatiku. Aku melihat seorang pria
yang usianya jauh lebih tua dariku dan menjabat sebagai seonsaengnim-ku.
“Gerakanmu
benar-benar bagus, Tao” puji Jung seonsaengnim
dalam bahasa Mandarin yang dapat aku mengerti artinya. Aku hanya mengangguk
kecil mendengar pujiannya itu. “Baiklah, kau boleh pulang.”
Aku
langsung berjalan menuju tempat di mana aku meletakan jaket hitam dan tasku.
Aku tidak mempedulikan gumaman Jung seonsaengnim
yang sepertinya tidak suka dengan sikap tidak sopanku itu. Aku sudah biasa
dengan hal itu, karena bukan hanya kepada beliau aku bersikap seperti itu, tapi
ke seonsaengnimdeul di sekolah ini.
Aku
adalah orang China yang memiliki nama lengkap Huang Zi Tao. Aku adalah orang
China yang tinggal di Korea Selatan tanpa modal bahasa apa pun, selain Mandarin.
Aku akui aku orang yang nekat, karena memilih tinggal di Korea Selatan tetapi
tidak menguasai bahasa Korea atau pun Inggris, dibandingkan dengan tinggal di
China dengan bahasa yang sangat aku kuasai. Tetapi, aku memiliki translator di
sini, yaitu seorang lelaki yang sudah aku anggap sebagai kakakku, Wu Fan atau
biasa dipanggil Kris. Dan, Seonsaengnimdeul
di sekolah ini juga rata-rata semuanya menguasai bahasa Mandarin dan mereka
tidak keberatan, jika dalam mengajar di kelasku menggunakan dua bahasa.
“Tao.”
Langkahku berhenti saat mendengar sebuah suara yang tidak asing untukku itu
memanggilku. Aku berada di koridor hendak menuju pintu gerbang sekolah ini pun
membalikan badan melihat ke arah lelaki yang berlari menuju ke arahku.
“Aku
pikir hyung sudah pulang” ujarku saat
lelaki yang biasa dipanggil Kris ini berdiri di sebelahku.
“Memang
tadi aku sudah pulang, tapi aku di suruh datang ke sekolah lagi” jelasnya
padaku yang hanya aku tanggapi dengan gumaman tidak jelas.
----
Kris
POV
Ting.Tong.Ting.Tong
“Hyung, tolong! Aku lagi ada di kamar
mandi.”
Setelah
mendengar bunyi bel apartment ini dan
teriakan Tao barusan, aku langsung beranjak dari kamarku menuju pintu apartment ini.
Klek.
“Annyeong haseyo.” Aku mendapati
seorang yeoja berada tepat di
hadapanku dengan tangan yang membawa sebuah piring yang tertutupi oleh beberapa
lembar tissue.
“Annyeong.” Aku mengangguk sopan menjawab
sapaannya barusan.
“Jeoseonghamnida, aku mengganggu waktumu.
Aku hanya ingin memberikan ini sebagai tanda perkenalan. Aku penghuni baru di apartment sebelah” ujarnya panjang lebar
yang memberikan piring yang dia pegang itu kepadaku.
“A, gwaenchanayo.
Gamsahamnida” jawabku yang menerima
pemberiannya itu. “Joneun Wu Fan imnida. Kau bisa memanggilku Kris.”
“Joneun Lee Min Jeong imnida, Kris oppa. Aku harap kita bisa akrab.” Aku mengangkat salah satu alisku
mendengarnya memanggilku ‘oppa’, dan
sepertinya dia menyadarinya.
“A, jeoseonghamnida,
aku lancang memanggilmu oppa. Jeongmal jeoseonghamnida.” Yeoja bernama MinJeong ini membungkukan
badannya berkali-kali. Dan, hal itu membuatku tersenyum aneh.
“Aniya, gwaenchanayo.” Ucapanku barusan berhasil membuat yeoja ini berhenti membungkukan badannya
dan menatapku dengan mulut terbuka. Aku terkekeh melihatnya. “Kau boleh
memanggilku oppa, it’s okey.”
“Arraseo, annyeong, Kris oppa.”
Setelah membungkukan badannya lagi, yeoja
ini mulai berjalan menuju apartment-nya.
Lalu,
aku pun menutup pintu ini dan berjalan menuju dapur. Aku melihat Tao duduk di
meja makan dengan dua tangannya yang sibuk dengan kegiatan yang berbeda, tangan
kanan memegang kaleng soft drink dan
tangan kiri sibuk mengeringkan rambut hitamnya yang masih terlihat basah itu.
“Hyung.” Aku hanya berdehem mendengarnya
memanggilku yang menaruh piring yang diberikan yeoja itu. Aku yang merasa haus pun berjalan menuju refrigerator hendak mengambil sekaleng
minuman seperti Tao.
“Delicious.” Aku melirik ke arah Tao
dengan ujung mataku saat mendengar sebuah pujian pelan terdengar digumamkan
oleh seorang Tao yang sangat jarang mengerluarkan pujian itu.
“Ckckck, sejak kapan kau mulai memuji
kembali, eoh?” tanyaku menggunakan
bahasa Mandarin. Tao tidak menjawab pertanyaanku, dia hanya melirik ke arahku
singkat. Kemudian, melanjutkan memakan makanan yang dibuat oleh MinJeong yang
ternyata adalah strawberry cake itu.
Aku
menggelengkan kepalaku pelan dan tanpa sadar aku bergumam. “Ckckck, kau tidak pernah memuji lagi
semenjak kau putus dari RiHyun.”
Jackpot! Aku langsung dapat menghentikan segala
aktifitas Tao yang ia kerjakan dalam diam itu. Aku pun langsung mendapatkan
sebuah tatapan tajam dari Tao yang berlaku beberapa detik itu. Kemudian, dia
menundukan kepalanya dan menghela napasnya berat. Aku merutuki kebodohanku itu.
“Tao,
aku tid...”. “Tidak apa-apa, hyung”
cekal Tao, sebelum aku menyelesaikan ucapanku.
Belum
sempat aku mengucapkan sepatah kata pun, Tao langsung beranjak pergi
meninggalkanku. Aku hanya dapat menghela napasku berat melihat tingkah Tao itu.
Ini memang salahku, karena telah membuatnya mengingat yeoja itu kembali.
----
MinJeong
POV
Bruk.
“A, jeoseonghamnida” ujarku yang tanpa sengaja menabrak seorang yeoja yang berjalan sambil membawa
banyak buku di tangannya.
Yeoja di depanku ini hanya diam, dia justru langsung
memunguti buku-bukunya itu. Sontak, aku pun langsung membantunya.
“Jeoseonghamnida, aku tidak sengaja
menabrakmu” ujarku lagi seraya mengembalikan buku-bukunya yang tadi aku pungut.
Yeoja ini tersenyum kecil, namun
manis. “Gwaenchanayo, gamsahamnida sudah membantu.”
“A, aniyo,
itu sudah menjadi kewajibanku, karena akulah yang membuatnya seperti itu”
cekalku yang justru mendapat sebuah senyum simpul kembali.
“Ehm,
kau murid baru? Aku baru melihatmu” ujarnya. Aku pun langsung tersenyum lebar. “Ne, aku siswi baru. Joneun Lee MinJeong imnida.”
“Annyeong , MinJeong-sshi, joneun Cho RiHyun imnida. Kau kelas berapa?” ujar yeoja bernama RiHyun ini.
“Aku
kelas 11-A. Neo?” jawabku.
“Akh,
aku kelas 12-A, tapi kau jangan panggil aku seonbaenim
atau pun eonni, eoh? Seluruh anak kelas 11 pun juga
begitu, cukup kelas 10 saja yang memanggilku seonbaenim atau pun eonni,
arraseo?”. Aku tersenyum manis
mendengar ucapannya yang panjang lebar itu, meski terdengar aneh untukku. Aku
pun menggangguk mantap menjawab pertanyaannya. “Ne.”
----
Author
POV
Suasana
kelas 11-A cukup ramai hingga Jung seonsaengnim
memasuki kelas tersebut bersama seorang yeoja
manis dengan rambut dikuncir kuda tersebut.
“Tolong,
perhatian semuanya!” ujarnya dalam bahasa Korea. “Kita ke datangan murid baru.”
Yeoja itu tersenyum mendengar ucapan Jung seonsaengnim barusan. Namun, senyumnya
langsung luntur saat Jung seonsaengnim bersuara
kembali dengan arti yang sama, tetapi menggunakan bahasa Mandarin.
“Silahkan
perkenalkan dirimu” ujar Jung seonsaengnim
yang membuat yeoja itu tersadar
dari keterkejutannya.
“A, ne,
annyeonghaseyo, joneun Lee MinJeong imnida.”
Yeoja yang tidak lain adalah MinJoeng
itu memperkenalkan dirinya. MinJeong terdiam sejenak saat mengingat bahwa Jung seonsaengnim menggunakan 2 bahasa dalam
berinteriaksi dengan kelas ini. Dan, tanpa basa-basi, MinJeong pun mengulang
perkenalan dirinya menggunakan bahasa Mandarin.
----
MinJeong
POV
“Akh,
baiklah, terimakasih, MinJeong-sshi,
kau sudah membantuku” ujar Jung seonsaenim
yang kemudian menyuruhku untuk duduk di kursi yang kosong.
Aku
langsung mencari kursi kosong yang dimaksud oleh Jung seonsaengnim itu. Kedua alisku terangkat saat menemukan kenyataan
bahwa aku sebangku dengan seorang namja yang
terlihat pendiam itu.
“Annyeonghaseyo” sapaku tepat saat aku
mendudukan diriku di samping namja ini.
Dia tidak memberikan respon apa pun kepadaku, selain melirik ke arahku.
“Annyeong, MinJeong-sshi, tadi di depan kau sangat lancar berbahasa Mandarin, eoh?”. Seorang yeoja langsung berjalan mendekati selepas Jung seonsaengnim keluar dari kelas ini. Memang kelas ini sedang dalam
pelajaran kosong, karena seonsaengnim yang
seharusnya mengajar mendapatkan halangan tersendiri-begitulah alasan yang
diberikan Jung seonsaengnim.
“Ne, aku pindahan dari China. Tetapi, aku
bukan orang China, aku orang Korea, semenjak lulus dari elementary school, aku dan keluargaku pindah ke China. Sebelum itu
pun, kami sering ke China, karena aku mempunyai keluarga di sana. Jadi aku
cukup fasih berbahasa Mandarin” jelasku panjang lebar.
“Jinja?”. Aku mengangguk mantap. “Kalau
begitu baguslah, karena dengan begitu kau tidak akan lost contact dengan Tao.” Aku mengeryitkan keningku mendengar
ucapannya barusan.
“Kau
perlu tau MinJeong-sshi, teman
sebangkumu itu satu-satunya orang China di kelas ini. Dan, sepertinya dia
enggan untuk mempelajari bahasa Korea. So,
jangan heran kalau dia tidak terlalu akrab dengan kita, karena di antara kita
semua tidak ada yang sefasih dan sesenang hatimu untuk berbicara dalam bahasa
Mandarin. Dan, jangan heran juga, jika seonsaengnimdeul
yang mengajar di kelas ini menggunakan 2 bahasa dalam mengajar” jelasnya
panjang lebar yang kemudian langsung beranjak pergi begitu saja, tanpa
memberikanku waktu untuk berbicara.
Aku
pun langsung menengok ke arah teman sebangku ini. Dia terlihat asyik dengan
buku bacaannya itu. Kini aku mengerti kenapa dia tidak membalas sapaanku tadi.
“Nihao” sapaku dalam bahasa Mandarin. “Aku
Lee MinJeong.”
“Huang
Zi Tao.” Tao meresponku, meski dengan nada suara yang datar. Aku memperhatikan
buku bacaannya. Dia membaca buku wushu yang langsung menarik perhatianku.
“Tao,
kau menyukai wushu? Apa kau bisa wushu?” tanyaku dalam bahasa Mandarin. “Ya.”
“Benarkah?”.
Aku sangat senang mendengar jawaban pendeknya itu. Aku langsung menggenggam
erat kedua tangannya. Aku mengeluarkan puppy-eyes
milikku.
“Apa
yang kau lakukan?” tanyanya yang sepertinya risih denganku. But, I
don’t care, I wanted to learn wushu
and now I meet with him.
“Ajarin
aku wushu, Tao!” pintaku.
Tao
menatapku tajam, kemudian melepaskan genggaman tanganku ini. Dia langsung
kembali fokus membaca bukunya itu. Aku mengerucutkan bibirku menerima responnya
itu. Sungguh jauh dari keinginanku. Tapi, aku tetap berusaha, aku terus
merenggek meminta Tao agar mau mengajarkanku wushu. Tao tetap diam, bahkan dia
keluar dari kelas dan aku tetap dengan pendirianku. Aku terus mengikutinya dan
membujuknya agar mau mengajarkanku wushu.
“Aw”
rintihku pelan saat tanpa sengaja aku menubruk punggung Tao yang tiba-tiba
berhenti itu.
“Tao,
jangan berhenti tiba-tiba” ujarku sedikit kesal. Namun, sedetik kemudian, aku
kembali meminta Tao untuk mengajarkanku wushu. “Tao, aku mohon ajarkan aku
wushu!”
Tao
membalikan badannya. Kedua matanya menatapku tajam dan itu membuatku takut.
Namun, aku tetap berusaha untuk terlihat berani.
“Ajarkan
aku wushu!” ujarku yang tanpa aku sadari penuh dengan penekanan.
“YACK,
LEE MIN JEONG...???!!! Bisakah kau berhenti memintaku seperti itu, eoh? AKU BOSAN MENDENGARNYA! Jangan
menganggap wushu itu semudah yang kau pikirkan” bentak Tao dalam bahasa
Mandarin yang membuat keduaku membulat sempurna. “AKU TIDAK AKAN MENGAJARKANMU
WUSHU!”.
Kau
tau apa yang aku pikirkan saat Tao membentakku seperti itu? Do you know what I feel? Big No, aku tidak merasa kesal atau pun
kecewa besar. Aku justru berkata pada diriku sendiri, if Tao is handsome boy. Dia sangat tampan saat sedang kesal dan
marah seperti itu.
Aku
menggelengkan kepalaku cepat saat tidak mendengar bentakan Tao lagi. And, do
you know what I get? Aku tidak menemukan Tao di depanku. Dia menghilang dan
aku pun langsung berlari mencarinya. Entahlah, aku tidak tau kenapa aku harus
mencarinya. Bukan karena aku ingin memintanya mengajarkanku wushu lagi, tapi
seperti ada sebuah alasan lain di dalam benak ini yang aku sendiri tidak tahu.
Kedua
kaki ini berhenti melangkah di suatu tempat yang tidak aku ketahui serta tidak
mau aku ketahui, yang jelas hanya satu yang aku ketahui, yaitu jauh di depan
sana ada sosok Tao sedang berdiri berhadapan dengan seorang yeoja yang terlihat seperti RiHyun.
Entah kenapa kedua mataku terasa memanas saat melihat Tao seperti itu, aku
seperti melihat sebuah selimut kemesraan dan keserasian menyelimuti mereka,
meski mereka hanya berdiri berhadapan. Aku seperti melihat sisi lain Tao di
sana.
Yeoja itu pergi, setelah beberapa menit. Senyum
kecil terbuat di bibirku saat Tao membalikan badannya yang membuatnya mau tidak
mau berdiri menghadapku.
CCCCKKKIIIITTT.
BUGH. “Argh...”.
----
Author
POV
“Yack,
apa kau ingin mati, eoh? Berdiri di
tengah jalan seperti itu!” teriak sang pengemudi mobil yang kemudian langsung
melajukan mobil meninggalkan seorang yeoja
yang berada di dalam pelukan namja yang
punggungnya sempat berciuman keras dengan tembok.
“Tao.”
Sebuah gumaman terdengar meski pelan yang keluar dari mulut sang yeoja yang dipanggil MinJeong itu. Dia
mengadahkan kepalanya menatap namja yang
kini tengah memeluknya itu.
Bibir
MinJeong langsung terkatup saat melihat ekspresi namja yang tidak lain dan
tidak bukan adalah Tao itu. Sebuah ekspresi yang susah untuk diartikan, kedua
mata kelam yang terpejam, bibir yang tertutup sama sepertinya. Tidak berapa
lama, Tao membuka kedua matanya seraya menatap yeoja yang beberapa menit lalu telah ia selamatkan nyamanya itu.
“Kau
bodoh.” Begitulah kalimat yang terbaca di bibir Tao yang bergerak tanpa suara.
“TAO…???!!!”.
Sebuah teriakan yang tidak asing untuk kedua orang tersebut langsung membuat
mereka berdua menengok ke sumber suara dan mereka mendapatkan seorang namja yang lebih tua dari mereka berdua
yang memakai seragam sama seperti mereka itu sedang berlari ke arah mereka,
atau lebih tepatnya ke arah Tao.
“Bisa
kau menjauh dariku?” ujar Tao tajam yang membuat MinJeong langsung sadar dengan
posisi mereka berdua. Tao sudah menjauhkan kedua tangannya dari tubuh MinJeong,
namun tubuh mereka berdua masih menempel dan punggung Tao masih menyentuh
dinding di belakangnya, serta kedua tangan MinJeong yang masih berada di dada
bidang Tao.
“A, ne,
mianhae” ujar MinJeong yang tanpa
sadar menggunakan bahasa Korea yang membuat Tao langsung mengeryitkan
keningnya. Tanpa mempedulikan respon dari Tao atau pun namja yang memanggil Tao tadi, MinJeong langsung beranjak pergi
menjauh.
“Cih,
perempuan aneh” gumam Tao yang menatap punggung MinJeong yang lama kelamaan
menghilang itu.
“Tao,
kau tidak apa-apa?”. Naamja yang tadi
meneriakan nama Tao itu kini sudah berdiri di depan Tao dan berbicara dengannya
menggunakan bahasa Mandarin. Tao langsung menengok ke arah namja yang tidak lain dan tidak bukan adalah Kris. “Aku tidak
apa-apa, hyung.”
“Jung
seonsaengnim menghampiriku dan
menanyakan kepadaku apa kau sedang sakit, karena sedari tadi beliau menunggumu
di ruang latihan, tetapi kau tidak kunjung datang” jelas Kris.
“Tadi
ada sedikit urusan, hyung” jawab Tao
seikhlasnya.
Sebuah
senyum mengembang di bibir Kris yang membuat Tao tidak mengerti dengan arti
senyuman tiba-tiba itu. “Kau sudah tidak marah lagi denganku?”.
Pertanyaan
itu membuat Tao memalingkan wajahnya. “Hyung,
apa kau nanti akan pulang cepat? Kalau tidak, aku akan pulang sendiri.”
“Tidak
apa-apa? Aku ada kelas tambahan.”
----
Tao
POV
“Heh,
dasar, terus dia seperti itu, seolah tidak mempunyai dosa sedikit pun kepadaku”
gumamku tajam dengan senyum sinis nan
licik terbuat di bibirku ini.
Kini
aku sedang berada di dalam kamarku, aku duduk di sebuah kursi dengan posisi
santai menghadap ke arah jendela kamarku yang memamparkan keindahan alam itu.
Namun, aku tidak memiliki niat sama sekali untuk menikmati keindahan itu. Aku
memainkan pensil yang ada di tanganku. Kemudian, aku melemparkannya ke arah
boneka panda yang terpajang di meja belajarku dan boneka itu pun jatuh ke
lantai.
Ting.Tong.Ting.Tong.
Aku
melirik ke arah pintu kamarku yang terbuka lebar saat bel apartment ini berbunyi.
Dengan
terpaksa, aku pun beranjak membuka pintu tersebut, menyambut siapa yang datang.
Yang jelas itu bukanlah Kris, karena sekarang masih jam 4 sore, sementara dia
bilang akan pulang jam 6.
Klek.
Aku membuka pintu ini dan mendapatkan perempuan itu berdiri di depanku dan
langsung berbicara dalam bahasa Korea. Nampaknya dia tidak menyadari bahwa yang
berada di depannya sekarang ini adalah aku, orang China yang tidak mengerti
dengan bahasa Korea. Aku melipat kedua tanganku di dada bidangku, berdiam diri
membiarkan perempuan ini berbicara semaunya.
“Ekh,
Tao, kenapa kau berada di sini? Bukankah ini apartment Kris oppa?”
ujar perempuan bernama MinJeong ini, setelah 15 menit dia berbicara tanpa henti
dan tentu saja tanpa satu pun sahutan dariku, karena aku tidak mengerti dengan
ucapannya.
Aku
tidak menjawab pertanyaannya, aku hanya mengangkat kedua alisku. Dan, ternyata
aku salah melakukannya, karena itu membuat perempuan ini langsung masuk ke
dalam apartment-ku tanpa izin.
“Yack,
apa yang kau lakukan di dalam apartment-ku?
Cepat keluar!” ujarku mengikutinya. Ia berhenti saat mendengar ujaranku itu.
“Aku
hanya ingin mengambil piringku, kemarin aku memberikan Kris oppa strawberry
cake” jawab MinJeong yang membuat kedua alisku terangkat kembali. ‘Jadi dia yang membuat strawberry cake itu?’. “Oh, iya, kenapa kau berada di apartment Kris oppa? Kau mau mencuri, eoh?”.
“Cih,
kau pikir aku miskin apa?” umpatku dalam bahasa Mandarin yang aku tau bahwa ia
mengerti. “Ini adalah apartment-ku
dan Kris hyung.”
“Wah,
benarkah? Ada hubungan apa kau dengan Kris oppa?”
ujarnya yang seolah tidak percaya dengan jawabanku barusan. “Kalian tidak
mungkin bersaudara, bukan? Marga kalian saja berbeda.”
“Cih,
asal kau tau kami itu sudah lama bersahabat, dan Kris hyung adalah orang yang mengajakku untuk pindah ke Korea” jelasku.
“Benarkah?”
Aku sangat muak dengan perempuan ini. “Kenapa kalian bisa bersahabat? Padahal,
kalian itu sangat jauh berbeda, kau itu sangat dingin dan juga tidak dapat
berbahasa Korea, sementara Kris oppa
berbeda denganmu. Kris oppa sangatlah
ramah, baik dan hangat. Oppa juga
bisa berbahasa Korea.”
“Whatever, you say” ujarku yang sudah sangat malas berdebat dengan perempuan
ini yang membandingkanku dengan Kris. “Lebih baik kau cepat ambil piring itu
didapur sendiri!”.
Tanpa
menunggu dan mempedulikan responnya, aku langsung berjalan menuju kamar mandi. ‘Lebih baik aku mandi, dari pada harus
menghadapi perempuan seperti itu’.
----
MinJeong
POV
“Cih,
dasar pabbo namja” umpatku dalam
bahasa Korea, agar namja yang aku
maksud tidak mengetahui bahwa aku sedang mengumpatinya.
Kini
aku berada di apartment Kris yang
ternyata apartment Tao juga. Aku ke
sini untuk mengambil piringku dan bertanya kepadanya apakah strawberry cake buatanku enak, tapi
karena Kris tidak ada, aku memilih untuk mengambil piring ini saja. Dan, kini
aku sudah mendapatkannya. Aku hendak pulang, namun langkahku berhenti tepat di
samping sebuah pintu yang terbuka lebar. Aku melihat sebuah kamar rapih, namun
bukan itu yang menarik perhatianku, tapi sebuah boneka panda yang tergeletak di
lantailah yang menarik perhatianku. Tanpa sadar, aku berjalan memasuki kamar
itu dan mendekati boneka itu. Aku mengambilnya dan membersihkan boneka panda
itu yang sedikit kotor. Aku tersenyum manis melihat boneka panda yang terlihat
lucu ini.
“Jangan
pernah lagi masuk ke kamarku, apalagi menyentuh barang milikku!”.
----
Tao
POV
“Ckckck,
baru seperti itu saja sudah kelelahan” gumamku merutuki perempuan yang kini
tampak kelelahan. Tubuhnya yang langsing itu pun sudah bermandikan keringat,
karena latihan yang dia terima dariku.
“Yack,
siapa bilang aku kelelahan!” bantahnya dengan suara keras kepadaku seraya
berdiri tegap. Aku tetap menatapnya dengan tatapan meremehkan dan itu
membuatnya terjatuh duduk kembali.
Aku
menatap perempuan bernama lengkap Lee MinJeong ini. Dia terlihat kehabisan
tenaga dan aku akui itu karena aku. Sebab aku memberikannya latihan yang tidak
pantas untuk pemula sepertinya. Aku memang mengajarinya wushu, setelah kejadian
tempo hari saat dia masuk ke dalam kamarku dan memegang boneka pandaku yang
tidak pernah aku biarkan siapa pun meneyentuhnya bahkan sesenti pun. Aku memang
mengancamnya, namun ia mengancam balik akan memberitahukan kepada seluruh anak
sekolah bahwa aku memiliki boneka panda dan menyimpannya di dalam kamar.
Mungkin dipikir secara logika itu akan membuatku menjadi malu, tapi tidak dalam
kasusku. Sebab boneka panda itu diberikan oleh seseorang di masa laluku di
depan orang banyak. Justru mereka yang melihatnya setuju, jika aku diberikan
boneka panda, karena serasi dengan keahlian yang aku miliki. Lalu, kenapa aku
takluk dengan ancaman itu? Entahlah, aku juga tidak tau. Aku seperti
terhipnotis saat mendengar suara perempuan itu mengancamku hingga membuatku
mengiyakan permintaannya itu tanpa sadar.
“Yack,
Huang Zi Tao!!! Apa kau mendengarku, hah???!!!”.
Teriakan
itu membuatku terlonjak kaget dan tersadar dari lamunanku. Aku mengerjapkan
mataku berkali-kali. Kemudian, mendapatkan MinJeong berdiri di depanku dengan
iPhone-ku berada di tangannya. Aku melihat ada panggilan masuk dan langsung
melirik ke arah MinJeong.
“Berkali-kali
aku memanggilmu dan memberitahukanmu kalau ada telepon masuk, tapi kau justru
semakin asyik melamun” jelasnya yang tidak aku pedulikan. Aku langsung
mengambil alih iPhone itu.
----
Author
POV
Ting.Tong.Ting.Tong.
“Eumh.”
Sosok Tao muncul dari balik selimutnya. Dia merasa ternganggu dengan bunyi bel apartment-nya itu. Namun, dia tidak
dapat protes, karena kini dia sendirian di apartment.
Ting.Tong.Ting.Tong.
“YACK.”
Hendak Tao mengumpat, jika saja dia tidak ingat bahwa ini masih terlalu pagi
untuk mengawali hari dengan tindakan itu. Mau tidak mau, Tao pun menyibakan
selimut yang menyelimutinya itu. Kemudian, ia berjalan lemas menuju pintu apartment-nya.
Klek.
“Cih, jam segini masih tidur” gumam seorang yeoja
dalam bahasa Korea yang membuat Tao mengeryitkan keningnya.
Plak.
Alih-alih tidak mengerti dengan ucapan yeoja
itu, Tao mendaratkan kepalan tangannya tepat di atas kepala yeoja bernama MinJeong itu.
“Aku
sudah berkali-kali bilang jangan berbicara bahasa Korea di depanku” sahut Tao
tanpa mempedulikan ringisan MinJeong.
“Baiklah.”
Tidak mau Tao terus menerus menjitaknya, MinJeong pun hanya dapat mengiyakan
sahutannya. “Kris oppa ada?”.
Wajah
Tao yang baru bangun tidur itu langsung tertekuk mendapati kenyataan yeoja di depannya ini mencari hyung-nya, bukan dirinya. Tao
mengalihkan pandangannya dari tatapan MinJeong yang menatapnya seolah meminta
dirinya untuk segera memberitahukan keberadaan Kris. “Hyung tidak pulang dari kemarin. Kalau tidak salah, ada suatu
kegiatan yang mengharuskannya menginap di rumah temannya.”
MinJeong
menggerucutkan bibirnya mendengar penjelasan Tao barusan. Tao pun menyadari
perubahan ekspresi MinJeong yang terlihat kecewa atas jawabannya itu. Tanpa ia
sadari tangan kanannya terangkat dan mengacak pelan rambut MinJeong. MinJeong
terkejut menerima perlakuan Tao itu, ia mengadahkan kepalanya dan menatap Tao
penuh tanya. Seolah tidak sadar dengan apa yang ia lakukan, Tao terus
melakukannya dengan senyum manis nan lebar
menghiasi wajah dinginnya itu.
“Apa
yang kau lakukan?” tanya MinJeong yang membuat Tao menjauhkan tangannya dari
kepala MinJeong.
“Memang
ada perlu apa kau dengan Kris hyung?”
tanya Tao tanpa mempedulikan ekspresi kesal MinJeong sebab pertanyaannya
dijawab dengan pertanyaannya.
“Aku
ingin jalan-jalan bersama Kris oppa”
jawab MinJeong asal yang tanpa ia ketahui itu membuat ekspresi Tao berubah
drastis. “Kris oppa sudah berjanji
akan menemaniku jalan-jalan akhir pekan ini.”
“Bagaimana
kalau denganku saja?” ujar Tao tanpa sadar.
----
MinJeong
POV
Kini
aku sedang berjalan menyusuri sungai Han bersama seseorang yang tidak aku
sangka. Tentu saja aku tidak dapat menyangkanya. Dia adalah seorang Huang Zi
Tao, seorang namja dingin yang
tiba-tiba menawarkan dirinya menggantikan Kris yang sebenarnya tidak ada janji
apa pun denganku. Memang aku berbohong kepada Tao bahwa Kris berjanji akan
menemaniku jalan-jalan akhir pekan ini, yang sebenarnya aku ke apartment mereka hanya untuk melihat
Tao. Namun, tidak mungkin aku jujur bukan? Dan, entah kenapa kata-kata bohong
itu meluncur begitu saja, yang menghasilkan sesuatu yang tidak terduga.
Berjalan bersama sosok Tao di sungai Han. Aku berharap ini adalah sebuah
kencan, meski aku tau bahwa Tao tidak menganggap seperti itu.
Aku
menengok ke arah Tao yang berjalan di sampingku. Aku tersenyum melihat wajahnya
yang semakin terlihat tampan akibat terkena cahaya matahari. Jujur saja tidak
ada kesan dingin dari wajahnya itu di kedua mataku. Dia terlihat seperti
pahatan Tuhan paling sempurna di dunia ini. Meski semua orang tidak
menyetujuinya, aku akan tetap dengan pendirianku. Meski semua orang lebih
memilih Kris terang-terangan, aku akan tetap memilih Tao, meski dalam diam.
“Apa
yang kau lihat, eoh?” ujar Tao yang
menengok ke arahku. Aku pun langsung memalingkan wajahku, sebab aku merasakan
wajahku memanas. “Aku tau aku tidak setampan Kris hyung.”
Glek.
Aku menelan ludahku susah payah. Aku benar-benar tidak menyangka kalimat itulah
yang akan diucapkan oleh Tao. Padahal, biasanya semua namja akan berkata ‘apa aku
terlihat sangat tampan, eoh?’ atau ‘apa
kau menyukaiku, hingga membuatmu melihatku seperti itu?’, jika menangkap
basah ada yeoja yang menatapnya
sepertiku. Namun, Tao berbeda.
“Apa
kau mau makan? Aku lapar!” ujar Tao yang membuatku menengok ke arahnya.
Kemudian, aku pun melihat ke arah jam tangan yang melingkar di tangan kananku.
Aku menyadari bahwa sudah berjam-jam kita menyusuri sungai Han dan sudah
waktunya makan siang.
“Kalau
begitu, ayo!” ujarku menarik tangan Tao menuju ke café terdekat.
----
Author
POV
Sesampainya
di café yang dimaksud, Tao dan MinJeong pun langsung
memilih meja di pojok café. Beberapa
menit kemudian, seorang yeoja yang
bekerja di café tersebut sebagai
seorang pelayan pun mendatangi meja mereka.
“Silahkan,
mau pesan apa?” tanya yeoja itu.
Tao
yang mendengar suara yang terdengar tidak asing untuknya itu pun mengangkat
kepalanya dan menengok ke sumber suara. Kedua mata sipitnya membesar saat
menyadari siapa yang menjadi pelayan itu. MinJeong yang juga merasa tidak asing
dengan suara itu pun mengangkat kepalanya, menatap heran ke arah Tao yang
terlihat kaget, kemudian menengok ke sumber suara. MinJeng pun terkejut melihat
yeoja itu, namun dia langsung
tersenyum.
“RiHyun-sshi.” Suara MinJeong yang memangil yeoja itu membuat yeoja itu atau pun Tao menengok ke arahnya. “Kau bekerja di sini?”.
RiHyun
yang mendengar pertanyaan MinJeong barusan hanya dapat tersenyum dan mengangguk
pelan. “Jangan memanggilku dengan embel-embel –sshi, MinJeong-ah.”
Mendengar ucapan RiHyun barusan membuat MinJeong sedikit malu. Dia mengangguk
malu dan menggaruk rambut belakangnya yang tidak gatal itu.
“Jadi,
mau pesan apa?”. RiHyun mengulangi pertanyaannya tadi yang belum sempat dijawab
oleh dua orang yang dikenalnya itu. RiHyun melihat MinJeong mulai sibuk
memilih-milih makanan yang ia inginkan. Kemudian, dengan ujung matanya, RiHyun
melirik namja China yang tidak asing
untuknya itu terlihat badmood, karena
dirinya. RiHyun hanya dapat tersenyum sipul melihat perubahan ekspresi Tao itu.
“Apa
di sini kau juga memasak?” tanya Tao dengan nada dingin yang membuat MinJeong
tertarik dengan pertanyaannya. Alih-alih memilih makanan, MinJeong pun menengok
ke arah RiHyun kembali.
Ingin
rasanya RiHyun menghindari pertanyaan Tao barusan, namun melihat tatapan MinJeong yang sangat ingin mengetahui
jawabannya pun membuatnya luluh. RiHyun pun menganggukan kepalanya kembali,
namun kali ini anggukan kepalanya lebih kecil.
“Kalau
begitu, aku pesan jus saja” ujar Tao yang membuat RiHyun menulis pesanan
tersebut dengan tangan gemetar. RiHyun tahu bahwa Tao lapar, namun ia menahan
rasa laparnya, karena dirinya.
“Loh,
tadi kau bilang kau lapar, kenapa hanya memesan jus?” tanya MinJeong yang
membuat RiHyun tersenyum miris.
“Sudahlah
tidak perlu protes, cepat pesan! Kalau kau tidak mau pesan, kita pindah ke café lain saja” jawab Tao dingin yang
membuat MinJeong mengerucutkan bibirnya.
“Sudahlah,
MinJeong-ah, kau ingin pesan apa?” tanya RiHyun yang membuat MinJeong
menyebutkan pesanannya.
Setelah
menyebutkan kembali pesanan Tao dan MinJeong, RiHyun pun pergi meninggalkan
mereka berdua menuju dapur café tersebut,
tempat di mana ia bekerja bersama namjachingu-nya
atau boleh disebut tunangannya.
“Apa
nama café ini?” tanya Tao tanpa
melihat ke arah MinJeong yang sibuk menatapnya.
“Ehm,
tadi sih aku baca namanya Star Café”
jawab MinJeong yang hanya direspon dengan anggukan kepala kecil dari Tao.
MinJeong mngeryitkan keningnya. Ia merasa bahwa hari ini Tao sangat aneh, tadi
pagi Tao bersikap sangat lembut dan baik kepadanya, namun sekarang Tao bersikap
dingin, bahkan lebih dingin dari biasanya. “Tao, kau kenapa? Kenapa hari ini
kau sangat aneh?”.
Tao
melirik ke arah MinJeong lewat ujung matanya, namun ia langsung mengalihkan
kembali pandangannya. Dia melipat kedua tangannya di dadanya. “Itu bukan
urusanmu.”
“Cih,
dasar.”
----
Tao
POV
“Ini
silahkan dinikmati” ujar perempuan itu meletakan pesananku dan MinJeong di atas
meja. Aku menatap perempuan bermarga ‘Cho’ ini tanpa minat. Mungkin ada sedikit
minat di dalam tatapanku ini, namun itu adalah kebencianku.
Nampaknya
RiHyun menyadar bahwa aku menatapnya, dia menengok ke arahku dan tersenyum
seperti biasa. Sebuah senyuman yang dulu menjadi milikku itu kini telah menjadi
milik orang lain. Aku langsung mengalihkan pandanganku darinya berusaha untuk
tidak membuat dadaku sesak kembali, karena perempuan yang sama. Aku menatap ke
arah MinJeong yang sibuk memaksa RiHyun untuk ikut makan bersama kami. Ingin
rasanya aku menghentikan MinJeong melakukannya, karena RiHyun pasti akan
mengiyakannya sebab RiHyun tidak mampu menolak permintaan perempuan yang lebih
muda darinya itu. Namun, aku pun tidak dapat menghentikan MinJeong, karena
entah kenapa melihat MinJeong bertingkah seperti itu membuat hatiku bergetar.
Jatuh cinta? Maybe.
“Jangan
berbicara Korea di hadapanku” ancamku kepada MinJeong yang sepertinya sudah
siap memulai berbicara menggunakan bahasa Korea. MinJeong pun mendelik kesal ke
arahku saat mendengar ancamanku barusan.
“Ko bisa sih kau bekerja di sini sebagai
pelayan dan koki? Apa tidak capai?” tanya MinJeong yang sejujurnya menarik
untukku. Namun, sepertinya aku sudah mengetahui jawabannya.
“Akh,
itu ya, karena café ini milik pacarku”
jawab RiHyun dalam bahasa Mandarin yang aku mengerti. Aku tersenyum kecut
mendengar kata ‘pacarku’ dalam kalimat RiHyun barusan. Jujur saja, aku masih
mengharapkan bahwa kata itu ditunjukan
kepadaku.
“Benarkah?
Wah, kau sangat beruntung. Akh, aku ingin melihat pacarmu, RiHyun” ujar
MinJeong yang membuatku mengepalkan kedua tanganku kuat-kuat.
Sepertinya
RiHyun menyadari perubahan auraku ini, dia menatapku dengan tatapan seperti
biasanya. Aku membalasnya, menatapnya kesal. Aku ingin ia sadar bahwa ia adalah
orang yang telah membuatku berubah seperti ini. Aku ingin ia sadar bahwa
sebenarnya aku mencintainya. Tanpa sadar, aku beranjak dari tempatku,
meninggalkan dua perempuan yang berada di dalam kehidupanku itu. Aku melangkah
keluar dari café tersebut, melangkah
kemana pun kakiku ingin.
Aku
benar-benar kesal dengan perempuan bermarga Cho itu. Namun, aku mencintainya,
sangat mencintainya. RiHyun memang mantan pacarku. Dulu kami berpacaran, kami
termasuk pasangan paling popular di sekolah. Bahkan, kami dijuluki sebagai ‘Romeo and Juliet’ sekolah. Namun, semua
itu berubah hanya karena seorang seonsaengnim
baru yang bekerja di sekolahku. Dia merebut semuanya. Dia membuatku hancur. Aku
tau bahwa seharusnya aku senang, sebab seonsaengnim
itu berasal dari China, dan bekerja di sekolahku hanya karena diriku. Sebab dia
akan menjadi guru wushu pribadiku. Namun, semuanya tidak sesuai dengan
harapanku, RiHyun tertarik dengan guru wushuku yang bernama lengkap Tan HanGeng
itu. Semuanya hancur seketika di depan umum. Semuanya hancur hampir sama saat
aku merasakan bagaimana rasanya jatuh cinta. RiHyun menghancurkan di depan
umum, sama saat dia membuatku melayang di depan umum, karena dia memberikanku
boneka panda. RiHyun menghancurkan segalanya. Dia menghancurkan mimpiku. Dia
menghancurkan diriku. Dia membuatku cedera, baik itu fisik atau pun batin. Ya,
jika batin memang sudah pasti. Namun, fisik? Aku terpaksa harus mengorbankan
fisikku, karena terlalu lama berlatih wushu sebagai pelampiasan rasa
kekesalanku.
Kini
aku pun sudah tidak diajar oleh HanGeng lagi, karena semua warga sekolah
mengetahui cerita cintaku dengan RiHyun dan HanGeng. Mereka sengaja membuat
RiHyun berada satu tingkat di atasku. Mereka pun sengaja memenuhi keinginanku
untuk menjadikan guru wushu pribadiku menjadi Jung seonsaengnim yang meski kemampuan wushunya masih di bawah HanGeng
bahkan aku. Kini semuanya mencap RiHyun jelek, dan aku tidak peduli. Karena,
aku pun tau bahwa HanGeng dan RiHyun pun sama tidak pedulinya denganku. Dan,
kini pun aku tidak sepopular seperti dulu, kini semuanya hanya memandang Kris.
Aku pun sekarang tidak terlalu peduli dengan kepopuleran.
----
MinJeong
POV
“KYA,
AKU TELAT…???!!!”. Teriakku seraya menyibakan selimutku ini. Aku langsung
berlari ke kamar mandi, membersihkan diri, kemudian dengan cepat berpakaian.
Tetap
dengan jeritanku, aku keluar dari apartment-ku,
berlari menuju sekolahku yang berada lumayan jauh dari apartment-ku. Tidak mau membuang waktu menunggu bus, aku memutuskan untuk terus berlari
menuju ke sekolah, menghiraukan para pejalan kaki yang menatapku aneh.
“Hah.
Hah. Hah.” Aku menghentikan langkah kakiku saat sudah tepat berada di depan
sekolahku. Aku berusaha mengatur napasku. Kemudian, aku melirik ke arah jam
tanganku.
“KYA!!!”.
Aku kembali menjerit saat melihat waktu di jam tanganku yang menunjukan bahwa
pelajaran akan segera dimulai. Aku mulai berlari menuju kelasku yang berada
jauh di dalam sana.
BRUGH.
Aku membuka kedua mataku yang sedetik kemudian membuat kedua mataku terbelalak.
Aku sadar bahwa tadi aku menabrak seseorang, namun aku tidak menyangka bahwa
akan seperti ini. Kini aku tidur terlentang di koridor sekolah, di mana orang
yang aku tabrak berada tepat di atasku. Seorang namja tampan yang jujur saja telah mencuri hatiku. Napasku seolah
berhenti saat kedua manik hitam yang sangat aku sukai itu menatap tepat ke
kedua mataku.
Kedua
mataku makin melebar saat menyadari bahwa kepala namja ini makin mendekati wajahku. Entah tersihir atau apa, aku
mulai memejamkan kedua mataku.
----
Tao
POV
Aku
menarik wajahku saat merasakan sesak di dadaku. Aku menatap wajah cantik di
hadapanku ini, kini wajah cantik itu memerah membuatnya terlihat semakin imut.
Aku pun tersenyum manis melihatnya. Aku bangkit dari posisiku tadi, di mana aku
berada di atas tubuh yeoja bernama
Lee MinJeong ini. Sementara yeoja yang
beberapa menit lalu aku cium itu, dia hanya bangkit-duduk di bawahku. Dia
menundukan kepalanya malu, yang membuatku mengedarkan pandanganku. Aku menaikan
kedua alisku saat menyadari bahwa adegan kiss
MinJeong dan aku barusan menjadi tontonan gratis bagi murid-murid yang
kebetulan lewat.
Tatapanku
yang tadinya lembut menjadi tajam kembali saat kedua mataku menangkap dua sosok
yang telah membuat hatiku hancur dalam hitungan detik. Mereka, Cho RiHyun dan
HanGeng. Mereka menatapku tidak percaya. Aku hanya membalas tatapan itu dengan
tatapan yang aku sendiri tidak mengerti.
Kemudian,
aku mengulurkan tanganku kepada MinJeong berniat membantunya untuk bangkit.
MinJeong menatap uluran tanganku ragu, kemudian menerimanya dengan rasa ragu
yang terbaca jelas dari gerak-geriknya itu. Setelah MinJeong berdiri tepat di
sampingku, aku langsung memeluknya dengan satu tanganku yang membuat tubuh
MinJeong menegang seketika dan teriakan histeris murid-murid yang masih terpaku
berdiri menonton drama romantis ini.
MinJeong
menoleh ke arahku, begitu pun aku. Kedua matanya memancarkan tidak kepercayaan
akan apa yang aku lakukan. “A...apa...yang kau lakukan?”.
Aku
mengangkat kedua alisku mendengar pertanyaannya yang dapat aku mengerti itu. “Aku
rasa kau tidak terlalu bodoh untuk mengartikannya sendiri, MinJeong.”
Aku
mendekatkan wajahku dengan wajahnya yang membuat kedua kupingku harus mendengar
teriakan histeris teman-temanku.
Cup.
Aku mengecup lembut keningnya. Aku menatapnya dengan lembut. Tatapan selembut
sutra yang tidak pernah lagi aku tunjukan, setelah aku putus dari RiHyun.
----
Author
POV
Kini
suasana di sebuah ruangan yang dijadikan ruangan latihan wushu itu cukup untuk
dibilang ramai. Dan, di sanalah kini Tao sedang berlatih. Mungkin bisa dibilang
Tao-lah yang menjadi alasan para murid sekolah itu berkumpul, namun bisa juga
tidak. Alasan yang sebenarnya bukanlah karena keahlian wushu yang dimiliki namja berkebangsaann China itu hebat
hingga akan mengikuti lomba wushu senasional, melainkan karena hubungannya yang
tidak jelas dengan yeoja
berkebangsaan Korea yang kini tengah duduk di bangku yang disediakan bersama
Kris. Kejadian tadi pagi, di mana Tao mencium MinJeong, membuat mereka berdua
menjadi bahan pembicaraan seluruh warga sekolah, tidak terkecuali untuk para seonsaengnimdeul sekolah tersebut. Dan,
hal itu membuat pensi yang diadakan sekolah itu menjadi tidak terlalu penting
untuk seluruh warga sekolah. Hampir rata-rata warga sekolah ingin mengetahui
pasti hubungan mereka berdua. Namun, tidak ada satu pun dari mereka yang berani
menanyakan hal tersebut kepada Tao atau pun MinJeong.
“Oppa, kenapa aku seperti merasakan
semuanya menatapku? Apa ada yang salah denganku?” bisik MinJeong kepada Kris
yang duduk tepat di sebelahnya.
Kris
yang mendengar bisikan itu pun mengalihkan pandangannya dari Tao kepada yeoja di sampingnya itu. Kris mengangkat
salah satu alisnya. “Kau merasa risih, eoh?”.
MinJeong mengangguk menjawab pertanyaan Kris barusan, dan itu membuat tangan
usil Kris mengacak-acak rambutnya. “Itu salahmu sendiri, kenapa kau berciuman
dengan Tao di depan umum dengan posisi seperti itu, eoh?”.
BLUSH.
Mendengar ujaran Kris barusan membuat MinJeong merasakan panas di wajahnya,
dengan segera yeoja itu menundukan
kepalanya, menutupi wajah merahnya itu. Kris yang mengetahui yeoja di sampingnya yang malu itu pun
merangkul MinJeong dengan lembut. “Kau mencintainya, eoh?”.
Pertanyaan
Kris barusan membuat tubuh MinJeong menegang, dengan segera yeoja itu menengok ke arah namja yang sudah tidak merangkulnya
lagi. Kris menatap MinJeong serius, sementara MinJeong menatapnya penuh tanya.
Kris tersenyum penuh arti yang membuat MinJeong sedikit menganga. “Lalu, apa
salah jika aku mencintaimu?”.
JackPot! Pertanyaan kedua yang Kris lontarkan
berhasil membuat MinJeong berdiri dari tempatnya duduk dengan kedua matanya
yang terbelalak itu. Kris terkekeh melihat respon dari MinJeong itu. Dan,
sekali lagi, wajah MinJeong memanas, karena Kris. Tanpa diketahui oleh dua
orang tersebut, ada tiga orang yang sedari tadi memerhatikan mereka berdua.
Dan, mereka bertiga sama-sama tidak dapat mendengar perbincangan dua orang
tersebut, kecuali pertanyaan kedua Kris yang juga berhasil membuat tiga orang
tersebut tidak bergerak sama sekali. Mereka pun menahan napas mereka tanpa
sadar dan tanpa membuat dada mereka terasa sesak. Satu di antara tiga orang
tersebut mengepalkan kedua tangannya kuat-kuat, menahan emosinya. Sementara dua
sisanya, mereka berdua tersenyum kecut nan
sipul seraya sedikit demi sedikit merasakan sesak di dada mereka.
tbc...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar