Selasa, 16 Oktober 2012

Go Away Part 1


Title : Go Away
Genre : Friendship, Love, Family
Main Cast : Huang ZiTao (Tao) EXO, Wu YiFan (Kris) EXO, Lee MinJeong (OC), Tan HanGeng, Cho RiHyun (OC)
Author : RistaMania
Length : TwoShot (5.633 words)
Rating : PG-15 (?)
Disclaimer : All casts in this ff are belong to God, but this story (ff) is mine

----

Tao POV

PROK.PROK.PROK.

Aku menghela napasku lembut. Aku membuka kedua mataku perlahan dan melihat ke arah di mana aku mendengar suara langkah kaki mendekatiku. Aku melihat seorang pria yang usianya jauh lebih tua dariku dan menjabat sebagai seonsaengnim-ku.

“Gerakanmu benar-benar bagus, Tao” puji Jung seonsaengnim dalam bahasa Mandarin yang dapat aku mengerti artinya. Aku hanya mengangguk kecil mendengar pujiannya itu. “Baiklah, kau boleh pulang.”

Aku langsung berjalan menuju tempat di mana aku meletakan jaket hitam dan tasku. Aku tidak mempedulikan gumaman Jung seonsaengnim yang sepertinya tidak suka dengan sikap tidak sopanku itu. Aku sudah biasa dengan hal itu, karena bukan hanya kepada beliau aku bersikap seperti itu, tapi ke seonsaengnimdeul di sekolah ini.

Aku adalah orang China yang memiliki nama lengkap Huang Zi Tao. Aku adalah orang China yang tinggal di Korea Selatan tanpa modal bahasa apa pun, selain Mandarin. Aku akui aku orang yang nekat, karena memilih tinggal di Korea Selatan tetapi tidak menguasai bahasa Korea atau pun Inggris, dibandingkan dengan tinggal di China dengan bahasa yang sangat aku kuasai. Tetapi, aku memiliki translator di sini, yaitu seorang lelaki yang sudah aku anggap sebagai kakakku, Wu Fan atau biasa dipanggil Kris. Dan, Seonsaengnimdeul di sekolah ini juga rata-rata semuanya menguasai bahasa Mandarin dan mereka tidak keberatan, jika dalam mengajar di kelasku menggunakan dua bahasa.

“Tao.” Langkahku berhenti saat mendengar sebuah suara yang tidak asing untukku itu memanggilku. Aku berada di koridor hendak menuju pintu gerbang sekolah ini pun membalikan badan melihat ke arah lelaki yang berlari menuju ke arahku.

“Aku pikir hyung sudah pulang” ujarku saat lelaki yang biasa dipanggil Kris ini berdiri di sebelahku.

“Memang tadi aku sudah pulang, tapi aku di suruh datang ke sekolah lagi” jelasnya padaku yang hanya aku tanggapi dengan gumaman tidak jelas.

----

Kris POV

Ting.Tong.Ting.Tong

Hyung, tolong! Aku lagi ada di kamar mandi.”

Setelah mendengar bunyi bel apartment ini dan teriakan Tao barusan, aku langsung beranjak dari kamarku menuju pintu apartment ini.

Klek. “Annyeong haseyo.” Aku mendapati seorang yeoja berada tepat di hadapanku dengan tangan yang membawa sebuah piring yang tertutupi oleh beberapa lembar tissue.

Annyeong.” Aku mengangguk sopan menjawab sapaannya barusan.

Jeoseonghamnida, aku mengganggu waktumu. Aku hanya ingin memberikan ini sebagai tanda perkenalan. Aku penghuni baru di apartment sebelah” ujarnya panjang lebar yang memberikan piring yang dia pegang itu kepadaku.

A, gwaenchanayo. Gamsahamnida” jawabku yang menerima pemberiannya itu. “Joneun Wu Fan imnida. Kau bisa memanggilku Kris.”

Joneun Lee Min Jeong imnida, Kris oppa. Aku harap kita bisa akrab.” Aku mengangkat salah satu alisku mendengarnya memanggilku ‘oppa’, dan sepertinya dia menyadarinya.

A, jeoseonghamnida, aku lancang memanggilmu oppa. Jeongmal jeoseonghamnida.Yeoja bernama MinJeong ini membungkukan badannya berkali-kali. Dan, hal itu membuatku tersenyum aneh.

Aniya, gwaenchanayo.” Ucapanku barusan berhasil membuat yeoja ini berhenti membungkukan badannya dan menatapku dengan mulut terbuka. Aku terkekeh melihatnya. “Kau boleh memanggilku oppa, it’s okey.”

Arraseo, annyeong, Kris oppa.” Setelah membungkukan badannya lagi, yeoja ini mulai berjalan menuju apartment-nya.

Lalu, aku pun menutup pintu ini dan berjalan menuju dapur. Aku melihat Tao duduk di meja makan dengan dua tangannya yang sibuk dengan kegiatan yang berbeda, tangan kanan memegang kaleng soft drink dan tangan kiri sibuk mengeringkan rambut hitamnya yang masih terlihat basah itu.

Hyung.” Aku hanya berdehem mendengarnya memanggilku yang menaruh piring yang diberikan yeoja itu. Aku yang merasa haus pun berjalan menuju refrigerator hendak mengambil sekaleng minuman seperti Tao.

Delicious.” Aku melirik ke arah Tao dengan ujung mataku saat mendengar sebuah pujian pelan terdengar digumamkan oleh seorang Tao yang sangat jarang mengerluarkan pujian itu.

Ckckck, sejak kapan kau mulai memuji kembali, eoh?” tanyaku menggunakan bahasa Mandarin. Tao tidak menjawab pertanyaanku, dia hanya melirik ke arahku singkat. Kemudian, melanjutkan memakan makanan yang dibuat oleh MinJeong yang ternyata adalah strawberry cake itu.

Aku menggelengkan kepalaku pelan dan tanpa sadar aku bergumam. “Ckckck, kau tidak pernah memuji lagi semenjak kau putus dari RiHyun.”

Jackpot! Aku langsung dapat menghentikan segala aktifitas Tao yang ia kerjakan dalam diam itu. Aku pun langsung mendapatkan sebuah tatapan tajam dari Tao yang berlaku beberapa detik itu. Kemudian, dia menundukan kepalanya dan menghela napasnya berat. Aku merutuki kebodohanku itu.

“Tao, aku tid...”. “Tidak apa-apa, hyung” cekal Tao, sebelum aku menyelesaikan ucapanku.

Belum sempat aku mengucapkan sepatah kata pun, Tao langsung beranjak pergi meninggalkanku. Aku hanya dapat menghela napasku berat melihat tingkah Tao itu. Ini memang salahku, karena telah membuatnya mengingat yeoja itu kembali.

----

MinJeong POV

Bruk. “A, jeoseonghamnida” ujarku yang tanpa sengaja menabrak seorang yeoja yang berjalan sambil membawa banyak buku di tangannya.

Yeoja di depanku ini hanya diam, dia justru langsung memunguti buku-bukunya itu. Sontak, aku pun langsung membantunya.

Jeoseonghamnida, aku tidak sengaja menabrakmu” ujarku lagi seraya mengembalikan buku-bukunya yang tadi aku pungut. Yeoja ini tersenyum kecil, namun manis. “Gwaenchanayo, gamsahamnida sudah membantu.”

A, aniyo, itu sudah menjadi kewajibanku, karena akulah yang membuatnya seperti itu” cekalku yang justru mendapat sebuah senyum simpul kembali.

“Ehm, kau murid baru? Aku baru melihatmu” ujarnya. Aku pun langsung tersenyum lebar. “Ne, aku siswi baru. Joneun Lee MinJeong imnida.”

Annyeong , MinJeong-sshi, joneun Cho RiHyun imnida. Kau kelas berapa?” ujar yeoja bernama RiHyun ini.

“Aku kelas 11-A. Neo?” jawabku.

“Akh, aku kelas 12-A, tapi kau jangan panggil aku seonbaenim atau pun eonni, eoh? Seluruh anak kelas 11 pun juga begitu, cukup kelas 10 saja yang memanggilku seonbaenim atau pun eonni, arraseo?”. Aku tersenyum manis mendengar ucapannya yang panjang lebar itu, meski terdengar aneh untukku. Aku pun menggangguk mantap menjawab pertanyaannya. “Ne.”

----

Author POV

Suasana kelas 11-A cukup ramai hingga Jung seonsaengnim memasuki kelas tersebut bersama seorang yeoja manis dengan rambut dikuncir kuda tersebut.

“Tolong, perhatian semuanya!” ujarnya dalam bahasa Korea. “Kita ke datangan murid baru.”

Yeoja itu tersenyum mendengar ucapan Jung seonsaengnim barusan. Namun, senyumnya langsung luntur saat Jung seonsaengnim bersuara kembali dengan arti yang sama, tetapi menggunakan bahasa Mandarin.

“Silahkan perkenalkan dirimu” ujar Jung seonsaengnim yang membuat yeoja itu tersadar dari keterkejutannya.

A, ne, annyeonghaseyo, joneun Lee MinJeong imnida.” Yeoja yang tidak lain adalah MinJoeng itu memperkenalkan dirinya. MinJeong terdiam sejenak saat mengingat bahwa Jung seonsaengnim menggunakan 2 bahasa dalam berinteriaksi dengan kelas ini. Dan, tanpa basa-basi, MinJeong pun mengulang perkenalan dirinya menggunakan bahasa Mandarin.

----

MinJeong POV

“Akh, baiklah, terimakasih, MinJeong-sshi, kau sudah membantuku” ujar Jung seonsaenim yang kemudian menyuruhku untuk duduk di kursi yang kosong.

Aku langsung mencari kursi kosong yang dimaksud oleh Jung seonsaengnim itu. Kedua alisku terangkat saat menemukan kenyataan bahwa aku sebangku dengan seorang namja yang terlihat pendiam itu.

Annyeonghaseyo” sapaku tepat saat aku mendudukan diriku di samping namja ini. Dia tidak memberikan respon apa pun kepadaku, selain melirik ke arahku.

Annyeong, MinJeong-sshi, tadi di depan kau sangat lancar berbahasa Mandarin, eoh?”. Seorang yeoja langsung berjalan mendekati selepas Jung seonsaengnim keluar dari kelas ini. Memang kelas ini sedang dalam pelajaran kosong, karena seonsaengnim yang seharusnya mengajar mendapatkan halangan tersendiri-begitulah alasan yang diberikan Jung seonsaengnim.

Ne, aku pindahan dari China. Tetapi, aku bukan orang China, aku orang Korea, semenjak lulus dari elementary school, aku dan keluargaku pindah ke China. Sebelum itu pun, kami sering ke China, karena aku mempunyai keluarga di sana. Jadi aku cukup fasih berbahasa Mandarin” jelasku panjang lebar.

Jinja?”. Aku mengangguk mantap. “Kalau begitu baguslah, karena dengan begitu kau tidak akan lost contact dengan Tao.” Aku mengeryitkan keningku mendengar ucapannya barusan.

“Kau perlu tau MinJeong-sshi, teman sebangkumu itu satu-satunya orang China di kelas ini. Dan, sepertinya dia enggan untuk mempelajari bahasa Korea. So, jangan heran kalau dia tidak terlalu akrab dengan kita, karena di antara kita semua tidak ada yang sefasih dan sesenang hatimu untuk berbicara dalam bahasa Mandarin. Dan, jangan heran juga, jika seonsaengnimdeul yang mengajar di kelas ini menggunakan 2 bahasa dalam mengajar” jelasnya panjang lebar yang kemudian langsung beranjak pergi begitu saja, tanpa memberikanku waktu untuk berbicara.

Aku pun langsung menengok ke arah teman sebangku ini. Dia terlihat asyik dengan buku bacaannya itu. Kini aku mengerti kenapa dia tidak membalas sapaanku tadi.

Nihao” sapaku dalam bahasa Mandarin. “Aku Lee MinJeong.”

“Huang Zi Tao.” Tao meresponku, meski dengan nada suara yang datar. Aku memperhatikan buku bacaannya. Dia membaca buku wushu yang langsung menarik perhatianku.

“Tao, kau menyukai wushu? Apa kau bisa wushu?” tanyaku dalam bahasa Mandarin. “Ya.”

“Benarkah?”. Aku sangat senang mendengar jawaban pendeknya itu. Aku langsung menggenggam erat kedua tangannya. Aku mengeluarkan puppy-eyes milikku.

“Apa yang kau lakukan?” tanyanya yang sepertinya risih denganku. But, I don’t care, I wanted to learn wushu and now I meet with him.

“Ajarin aku wushu, Tao!” pintaku.

Tao menatapku tajam, kemudian melepaskan genggaman tanganku ini. Dia langsung kembali fokus membaca bukunya itu. Aku mengerucutkan bibirku menerima responnya itu. Sungguh jauh dari keinginanku. Tapi, aku tetap berusaha, aku terus merenggek meminta Tao agar mau mengajarkanku wushu. Tao tetap diam, bahkan dia keluar dari kelas dan aku tetap dengan pendirianku. Aku terus mengikutinya dan membujuknya agar mau mengajarkanku wushu.

“Aw” rintihku pelan saat tanpa sengaja aku menubruk punggung Tao yang tiba-tiba berhenti itu.

“Tao, jangan berhenti tiba-tiba” ujarku sedikit kesal. Namun, sedetik kemudian, aku kembali meminta Tao untuk mengajarkanku wushu. “Tao, aku mohon ajarkan aku wushu!”

Tao membalikan badannya. Kedua matanya menatapku tajam dan itu membuatku takut. Namun, aku tetap berusaha untuk terlihat berani.

“Ajarkan aku wushu!” ujarku yang tanpa aku sadari penuh dengan penekanan.

“YACK, LEE MIN JEONG...???!!! Bisakah kau berhenti memintaku seperti itu, eoh? AKU BOSAN MENDENGARNYA! Jangan menganggap wushu itu semudah yang kau pikirkan” bentak Tao dalam bahasa Mandarin yang membuat keduaku membulat sempurna. “AKU TIDAK AKAN MENGAJARKANMU WUSHU!”.

Kau tau apa yang aku pikirkan saat Tao membentakku seperti itu? Do you know what I feel? Big No, aku tidak merasa kesal atau pun kecewa besar. Aku justru berkata pada diriku sendiri, if Tao is handsome boy. Dia sangat tampan saat sedang kesal dan marah seperti itu.

Aku menggelengkan kepalaku cepat saat tidak mendengar bentakan Tao lagi. And, do you know what I get? Aku tidak menemukan Tao di depanku. Dia menghilang dan aku pun langsung berlari mencarinya. Entahlah, aku tidak tau kenapa aku harus mencarinya. Bukan karena aku ingin memintanya mengajarkanku wushu lagi, tapi seperti ada sebuah alasan lain di dalam benak ini yang aku sendiri tidak tahu.

Kedua kaki ini berhenti melangkah di suatu tempat yang tidak aku ketahui serta tidak mau aku ketahui, yang jelas hanya satu yang aku ketahui, yaitu jauh di depan sana ada sosok Tao sedang berdiri berhadapan dengan seorang yeoja yang terlihat seperti RiHyun. Entah kenapa kedua mataku terasa memanas saat melihat Tao seperti itu, aku seperti melihat sebuah selimut kemesraan dan keserasian menyelimuti mereka, meski mereka hanya berdiri berhadapan. Aku seperti melihat sisi lain Tao di sana.

Yeoja itu pergi, setelah beberapa menit. Senyum kecil terbuat di bibirku saat Tao membalikan badannya yang membuatnya mau tidak mau berdiri menghadapku.

CCCCKKKIIIITTT. BUGH. “Argh...”.

----

Author POV

“Yack, apa kau ingin mati, eoh? Berdiri di tengah jalan seperti itu!” teriak sang pengemudi mobil yang kemudian langsung melajukan mobil meninggalkan seorang yeoja yang berada di dalam pelukan namja yang punggungnya sempat berciuman keras dengan tembok.

“Tao.” Sebuah gumaman terdengar meski pelan yang keluar dari mulut sang yeoja yang dipanggil MinJeong itu. Dia mengadahkan kepalanya menatap namja yang kini tengah memeluknya itu.

Bibir MinJeong langsung terkatup saat melihat ekspresi namja  yang tidak lain dan tidak bukan adalah Tao itu. Sebuah ekspresi yang susah untuk diartikan, kedua mata kelam yang terpejam, bibir yang tertutup sama sepertinya. Tidak berapa lama, Tao membuka kedua matanya seraya menatap yeoja yang beberapa menit lalu telah ia selamatkan nyamanya itu.

“Kau bodoh.” Begitulah kalimat yang terbaca di bibir Tao yang bergerak tanpa suara.

“TAO…???!!!”. Sebuah teriakan yang tidak asing untuk kedua orang tersebut langsung membuat mereka berdua menengok ke sumber suara dan mereka mendapatkan seorang namja yang lebih tua dari mereka berdua yang memakai seragam sama seperti mereka itu sedang berlari ke arah mereka, atau lebih tepatnya ke arah Tao.

“Bisa kau menjauh dariku?” ujar Tao tajam yang membuat MinJeong langsung sadar dengan posisi mereka berdua. Tao sudah menjauhkan kedua tangannya dari tubuh MinJeong, namun tubuh mereka berdua masih menempel dan punggung Tao masih menyentuh dinding di belakangnya, serta kedua tangan MinJeong yang masih berada di dada bidang Tao.

A, ne, mianhae” ujar MinJeong yang tanpa sadar menggunakan bahasa Korea yang membuat Tao langsung mengeryitkan keningnya. Tanpa mempedulikan respon dari Tao atau pun namja yang memanggil Tao tadi, MinJeong langsung beranjak pergi menjauh.

“Cih, perempuan aneh” gumam Tao yang menatap punggung MinJeong yang lama kelamaan menghilang itu.

“Tao, kau tidak apa-apa?”. Naamja yang tadi meneriakan nama Tao itu kini sudah berdiri di depan Tao dan berbicara dengannya menggunakan bahasa Mandarin. Tao langsung menengok ke arah namja yang tidak lain dan tidak bukan adalah Kris. “Aku tidak apa-apa, hyung.”

“Jung seonsaengnim menghampiriku dan menanyakan kepadaku apa kau sedang sakit, karena sedari tadi beliau menunggumu di ruang latihan, tetapi kau tidak kunjung datang” jelas Kris.

“Tadi ada sedikit urusan, hyung” jawab Tao seikhlasnya.

Sebuah senyum mengembang di bibir Kris yang membuat Tao tidak mengerti dengan arti senyuman tiba-tiba itu. “Kau sudah tidak marah lagi denganku?”.

Pertanyaan itu membuat Tao memalingkan wajahnya. “Hyung, apa kau nanti akan pulang cepat? Kalau tidak, aku akan pulang sendiri.”

“Tidak apa-apa? Aku ada kelas tambahan.”

----

Tao POV

“Heh, dasar, terus dia seperti itu, seolah tidak mempunyai dosa sedikit pun kepadaku” gumamku tajam dengan senyum sinis nan licik terbuat di bibirku ini.

Kini aku sedang berada di dalam kamarku, aku duduk di sebuah kursi dengan posisi santai menghadap ke arah jendela kamarku yang memamparkan keindahan alam itu. Namun, aku tidak memiliki niat sama sekali untuk menikmati keindahan itu. Aku memainkan pensil yang ada di tanganku. Kemudian, aku melemparkannya ke arah boneka panda yang terpajang di meja belajarku dan boneka itu pun jatuh ke lantai.

Ting.Tong.Ting.Tong.

Aku melirik ke arah pintu kamarku yang terbuka lebar saat bel apartment ini berbunyi.

Dengan terpaksa, aku pun beranjak membuka pintu tersebut, menyambut siapa yang datang. Yang jelas itu bukanlah Kris, karena sekarang masih jam 4 sore, sementara dia bilang akan pulang jam 6.

Klek. Aku membuka pintu ini dan mendapatkan perempuan itu berdiri di depanku dan langsung berbicara dalam bahasa Korea. Nampaknya dia tidak menyadari bahwa yang berada di depannya sekarang ini adalah aku, orang China yang tidak mengerti dengan bahasa Korea. Aku melipat kedua tanganku di dada bidangku, berdiam diri membiarkan perempuan ini berbicara semaunya.

“Ekh, Tao, kenapa kau berada di sini? Bukankah ini apartment Kris oppa?” ujar perempuan bernama MinJeong ini, setelah 15 menit dia berbicara tanpa henti dan tentu saja tanpa satu pun sahutan dariku, karena aku tidak mengerti dengan ucapannya.

Aku tidak menjawab pertanyaannya, aku hanya mengangkat kedua alisku. Dan, ternyata aku salah melakukannya, karena itu membuat perempuan ini langsung masuk ke dalam apartment-ku tanpa izin.

“Yack, apa yang kau lakukan di dalam apartment-ku? Cepat keluar!” ujarku mengikutinya. Ia berhenti saat mendengar ujaranku itu.

“Aku hanya ingin mengambil piringku, kemarin aku memberikan Kris oppa strawberry cake” jawab MinJeong yang membuat kedua alisku terangkat kembali. ‘Jadi dia yang membuat strawberry cake itu?’. “Oh, iya, kenapa kau berada di apartment Kris oppa? Kau mau mencuri, eoh?”.

“Cih, kau pikir aku miskin apa?” umpatku dalam bahasa Mandarin yang aku tau bahwa ia mengerti. “Ini adalah apartment-ku dan Kris hyung.”

“Wah, benarkah? Ada hubungan apa kau dengan Kris oppa?” ujarnya yang seolah tidak percaya dengan jawabanku barusan. “Kalian tidak mungkin bersaudara, bukan? Marga kalian saja berbeda.”

“Cih, asal kau tau kami itu sudah lama bersahabat, dan Kris hyung adalah orang yang mengajakku untuk pindah ke Korea” jelasku.

“Benarkah?” Aku sangat muak dengan perempuan ini. “Kenapa kalian bisa bersahabat? Padahal, kalian itu sangat jauh berbeda, kau itu sangat dingin dan juga tidak dapat berbahasa Korea, sementara Kris oppa berbeda denganmu. Kris oppa sangatlah ramah, baik dan hangat. Oppa juga bisa berbahasa Korea.”

Whatever, you say” ujarku yang sudah sangat malas berdebat dengan perempuan ini yang membandingkanku dengan Kris. “Lebih baik kau cepat ambil piring itu didapur sendiri!”.

Tanpa menunggu dan mempedulikan responnya, aku langsung berjalan menuju kamar mandi. ‘Lebih baik aku mandi, dari pada harus menghadapi perempuan seperti itu’.

----

MinJeong POV

“Cih, dasar pabbo namja” umpatku dalam bahasa Korea, agar namja yang aku maksud tidak mengetahui bahwa aku sedang mengumpatinya.

Kini aku berada di apartment Kris yang ternyata apartment Tao juga. Aku ke sini untuk mengambil piringku dan bertanya kepadanya apakah strawberry cake buatanku enak, tapi karena Kris tidak ada, aku memilih untuk mengambil piring ini saja. Dan, kini aku sudah mendapatkannya. Aku hendak pulang, namun langkahku berhenti tepat di samping sebuah pintu yang terbuka lebar. Aku melihat sebuah kamar rapih, namun bukan itu yang menarik perhatianku, tapi sebuah boneka panda yang tergeletak di lantailah yang menarik perhatianku. Tanpa sadar, aku berjalan memasuki kamar itu dan mendekati boneka itu. Aku mengambilnya dan membersihkan boneka panda itu yang sedikit kotor. Aku tersenyum manis melihat boneka panda yang terlihat lucu ini.

“Jangan pernah lagi masuk ke kamarku, apalagi menyentuh barang milikku!”.

----

Tao POV

“Ckckck, baru seperti itu saja sudah kelelahan” gumamku merutuki perempuan yang kini tampak kelelahan. Tubuhnya yang langsing itu pun sudah bermandikan keringat, karena latihan yang dia terima dariku.

“Yack, siapa bilang aku kelelahan!” bantahnya dengan suara keras kepadaku seraya berdiri tegap. Aku tetap menatapnya dengan tatapan meremehkan dan itu membuatnya terjatuh duduk kembali.

Aku menatap perempuan bernama lengkap Lee MinJeong ini. Dia terlihat kehabisan tenaga dan aku akui itu karena aku. Sebab aku memberikannya latihan yang tidak pantas untuk pemula sepertinya. Aku memang mengajarinya wushu, setelah kejadian tempo hari saat dia masuk ke dalam kamarku dan memegang boneka pandaku yang tidak pernah aku biarkan siapa pun meneyentuhnya bahkan sesenti pun. Aku memang mengancamnya, namun ia mengancam balik akan memberitahukan kepada seluruh anak sekolah bahwa aku memiliki boneka panda dan menyimpannya di dalam kamar. Mungkin dipikir secara logika itu akan membuatku menjadi malu, tapi tidak dalam kasusku. Sebab boneka panda itu diberikan oleh seseorang di masa laluku di depan orang banyak. Justru mereka yang melihatnya setuju, jika aku diberikan boneka panda, karena serasi dengan keahlian yang aku miliki. Lalu, kenapa aku takluk dengan ancaman itu? Entahlah, aku juga tidak tau. Aku seperti terhipnotis saat mendengar suara perempuan itu mengancamku hingga membuatku mengiyakan permintaannya itu tanpa sadar.

“Yack, Huang Zi Tao!!! Apa kau mendengarku, hah???!!!”.

Teriakan itu membuatku terlonjak kaget dan tersadar dari lamunanku. Aku mengerjapkan mataku berkali-kali. Kemudian, mendapatkan MinJeong berdiri di depanku dengan iPhone-ku berada di tangannya. Aku melihat ada panggilan masuk dan langsung melirik ke arah MinJeong.

“Berkali-kali aku memanggilmu dan memberitahukanmu kalau ada telepon masuk, tapi kau justru semakin asyik melamun” jelasnya yang tidak aku pedulikan. Aku langsung mengambil alih iPhone itu.

----

Author POV

Ting.Tong.Ting.Tong.

“Eumh.” Sosok Tao muncul dari balik selimutnya. Dia merasa ternganggu dengan bunyi bel apartment-nya itu. Namun, dia tidak dapat protes, karena kini dia sendirian di apartment.

Ting.Tong.Ting.Tong.

“YACK.” Hendak Tao mengumpat, jika saja dia tidak ingat bahwa ini masih terlalu pagi untuk mengawali hari dengan tindakan itu. Mau tidak mau, Tao pun menyibakan selimut yang menyelimutinya itu. Kemudian, ia berjalan lemas menuju pintu apartment-nya.

Klek. “Cih, jam segini masih tidur” gumam seorang yeoja dalam bahasa Korea yang membuat Tao mengeryitkan keningnya.

Plak. Alih-alih tidak mengerti dengan ucapan yeoja itu, Tao mendaratkan kepalan tangannya tepat di atas kepala yeoja bernama MinJeong itu.

“Aku sudah berkali-kali bilang jangan berbicara bahasa Korea di depanku” sahut Tao tanpa mempedulikan ringisan MinJeong.
“Baiklah.” Tidak mau Tao terus menerus menjitaknya, MinJeong pun hanya dapat mengiyakan sahutannya. “Kris oppa ada?”.

Wajah Tao yang baru bangun tidur itu langsung tertekuk mendapati kenyataan yeoja di depannya ini mencari hyung-nya, bukan dirinya. Tao mengalihkan pandangannya dari tatapan MinJeong yang menatapnya seolah meminta dirinya untuk segera memberitahukan keberadaan Kris. “Hyung tidak pulang dari kemarin. Kalau tidak salah, ada suatu kegiatan yang mengharuskannya menginap di rumah temannya.”

MinJeong menggerucutkan bibirnya mendengar penjelasan Tao barusan. Tao pun menyadari perubahan ekspresi MinJeong yang terlihat kecewa atas jawabannya itu. Tanpa ia sadari tangan kanannya terangkat dan mengacak pelan rambut MinJeong. MinJeong terkejut menerima perlakuan Tao itu, ia mengadahkan kepalanya dan menatap Tao penuh tanya. Seolah tidak sadar dengan apa yang ia lakukan, Tao terus melakukannya dengan senyum manis nan lebar menghiasi wajah dinginnya itu.

“Apa yang kau lakukan?” tanya MinJeong yang membuat Tao menjauhkan tangannya dari kepala MinJeong.

“Memang ada perlu apa kau dengan Kris hyung?” tanya Tao tanpa mempedulikan ekspresi kesal MinJeong sebab pertanyaannya dijawab dengan pertanyaannya.

“Aku ingin jalan-jalan bersama Kris oppa” jawab MinJeong asal yang tanpa ia ketahui itu membuat ekspresi Tao berubah drastis. “Kris oppa sudah berjanji akan menemaniku jalan-jalan akhir pekan ini.”

“Bagaimana kalau denganku saja?” ujar Tao tanpa sadar.

----

MinJeong POV

Kini aku sedang berjalan menyusuri sungai Han bersama seseorang yang tidak aku sangka. Tentu saja aku tidak dapat menyangkanya. Dia adalah seorang Huang Zi Tao, seorang namja dingin yang tiba-tiba menawarkan dirinya menggantikan Kris yang sebenarnya tidak ada janji apa pun denganku. Memang aku berbohong kepada Tao bahwa Kris berjanji akan menemaniku jalan-jalan akhir pekan ini, yang sebenarnya aku ke apartment mereka hanya untuk melihat Tao. Namun, tidak mungkin aku jujur bukan? Dan, entah kenapa kata-kata bohong itu meluncur begitu saja, yang menghasilkan sesuatu yang tidak terduga. Berjalan bersama sosok Tao di sungai Han. Aku berharap ini adalah sebuah kencan, meski aku tau bahwa Tao tidak menganggap seperti itu.

Aku menengok ke arah Tao yang berjalan di sampingku. Aku tersenyum melihat wajahnya yang semakin terlihat tampan akibat terkena cahaya matahari. Jujur saja tidak ada kesan dingin dari wajahnya itu di kedua mataku. Dia terlihat seperti pahatan Tuhan paling sempurna di dunia ini. Meski semua orang tidak menyetujuinya, aku akan tetap dengan pendirianku. Meski semua orang lebih memilih Kris terang-terangan, aku akan tetap memilih Tao, meski dalam diam.

“Apa yang kau lihat, eoh?” ujar Tao yang menengok ke arahku. Aku pun langsung memalingkan wajahku, sebab aku merasakan wajahku memanas. “Aku tau aku tidak setampan Kris hyung.”

Glek. Aku menelan ludahku susah payah. Aku benar-benar tidak menyangka kalimat itulah yang akan diucapkan oleh Tao. Padahal, biasanya semua namja akan berkata ‘apa aku terlihat sangat tampan, eoh?’ atau ‘apa kau menyukaiku, hingga membuatmu melihatku seperti itu?’, jika menangkap basah ada yeoja yang menatapnya sepertiku. Namun, Tao berbeda.

“Apa kau mau makan? Aku lapar!” ujar Tao yang membuatku menengok ke arahnya. Kemudian, aku pun melihat ke arah jam tangan yang melingkar di tangan kananku. Aku menyadari bahwa sudah berjam-jam kita menyusuri sungai Han dan sudah waktunya makan siang.

“Kalau begitu, ayo!” ujarku menarik tangan Tao menuju ke café terdekat.

----

Author POV

Sesampainya di café  yang dimaksud, Tao dan MinJeong pun langsung memilih meja di pojok café. Beberapa menit kemudian, seorang yeoja yang bekerja di café tersebut sebagai seorang pelayan pun mendatangi meja mereka.

“Silahkan, mau pesan apa?” tanya yeoja itu.

Tao yang mendengar suara yang terdengar tidak asing untuknya itu pun mengangkat kepalanya dan menengok ke sumber suara. Kedua mata sipitnya membesar saat menyadari siapa yang menjadi pelayan itu. MinJeong yang juga merasa tidak asing dengan suara itu pun mengangkat kepalanya, menatap heran ke arah Tao yang terlihat kaget, kemudian menengok ke sumber suara. MinJeng pun terkejut melihat yeoja itu, namun dia langsung tersenyum.

“RiHyun-sshi.” Suara MinJeong yang memangil yeoja itu membuat yeoja itu atau pun Tao menengok ke arahnya. “Kau bekerja di sini?”.

RiHyun yang mendengar pertanyaan MinJeong barusan hanya dapat tersenyum dan mengangguk pelan. “Jangan memanggilku dengan embel-embel –sshi, MinJeong-ah.” Mendengar ucapan RiHyun barusan membuat MinJeong sedikit malu. Dia mengangguk malu dan menggaruk rambut belakangnya yang tidak gatal itu.

“Jadi, mau pesan apa?”. RiHyun mengulangi pertanyaannya tadi yang belum sempat dijawab oleh dua orang yang dikenalnya itu. RiHyun melihat MinJeong mulai sibuk memilih-milih makanan yang ia inginkan. Kemudian, dengan ujung matanya, RiHyun melirik namja China yang tidak asing untuknya itu terlihat badmood, karena dirinya. RiHyun hanya dapat tersenyum sipul melihat perubahan ekspresi Tao itu.

“Apa di sini kau juga memasak?” tanya Tao dengan nada dingin yang membuat MinJeong tertarik dengan pertanyaannya. Alih-alih memilih makanan, MinJeong pun menengok ke  arah RiHyun kembali.

Ingin rasanya RiHyun menghindari pertanyaan Tao barusan, namun melihat  tatapan MinJeong yang sangat ingin mengetahui jawabannya pun membuatnya luluh. RiHyun pun menganggukan kepalanya kembali, namun kali ini anggukan kepalanya lebih kecil.

“Kalau begitu, aku pesan jus saja” ujar Tao yang membuat RiHyun menulis pesanan tersebut dengan tangan gemetar. RiHyun tahu bahwa Tao lapar, namun ia menahan rasa laparnya, karena dirinya.

“Loh, tadi kau bilang kau lapar, kenapa hanya memesan jus?” tanya MinJeong yang membuat RiHyun tersenyum miris.

“Sudahlah tidak perlu protes, cepat pesan! Kalau kau tidak mau pesan, kita pindah ke café lain saja” jawab Tao dingin yang membuat MinJeong mengerucutkan bibirnya.

“Sudahlah, MinJeong-ah, kau ingin pesan apa?” tanya RiHyun yang membuat MinJeong menyebutkan pesanannya.

Setelah menyebutkan kembali pesanan Tao dan MinJeong, RiHyun pun pergi meninggalkan mereka berdua menuju dapur café tersebut, tempat di mana ia bekerja bersama namjachingu-nya atau boleh disebut tunangannya.

“Apa nama café ini?” tanya Tao tanpa melihat ke arah MinJeong yang sibuk menatapnya.

“Ehm, tadi sih aku baca namanya Star Café” jawab MinJeong yang hanya direspon dengan anggukan kepala kecil dari Tao. MinJeong mngeryitkan keningnya. Ia merasa bahwa hari ini Tao sangat aneh, tadi pagi Tao bersikap sangat lembut dan baik kepadanya, namun sekarang Tao bersikap dingin, bahkan lebih dingin dari biasanya. “Tao, kau kenapa? Kenapa hari ini kau sangat aneh?”.

Tao melirik ke arah MinJeong lewat ujung matanya, namun ia langsung mengalihkan kembali pandangannya. Dia melipat kedua tangannya di dadanya. “Itu bukan urusanmu.”

“Cih, dasar.”

----

Tao POV

“Ini silahkan dinikmati” ujar perempuan itu meletakan pesananku dan MinJeong di atas meja. Aku menatap perempuan bermarga ‘Cho’ ini tanpa minat. Mungkin ada sedikit minat di dalam tatapanku ini, namun itu adalah kebencianku.

Nampaknya RiHyun menyadar bahwa aku menatapnya, dia menengok ke arahku dan tersenyum seperti biasa. Sebuah senyuman yang dulu menjadi milikku itu kini telah menjadi milik orang lain. Aku langsung mengalihkan pandanganku darinya berusaha untuk tidak membuat dadaku sesak kembali, karena perempuan yang sama. Aku menatap ke arah MinJeong yang sibuk memaksa RiHyun untuk ikut makan bersama kami. Ingin rasanya aku menghentikan MinJeong melakukannya, karena RiHyun pasti akan mengiyakannya sebab RiHyun tidak mampu menolak permintaan perempuan yang lebih muda darinya itu. Namun, aku pun tidak dapat menghentikan MinJeong, karena entah kenapa melihat MinJeong bertingkah seperti itu membuat hatiku bergetar. Jatuh cinta? Maybe.

“Jangan berbicara Korea di hadapanku” ancamku kepada MinJeong yang sepertinya sudah siap memulai berbicara menggunakan bahasa Korea. MinJeong pun mendelik kesal ke arahku saat mendengar ancamanku barusan.

Ko bisa sih kau bekerja di sini sebagai pelayan dan koki? Apa tidak capai?” tanya MinJeong yang sejujurnya menarik untukku. Namun, sepertinya aku sudah mengetahui jawabannya.

“Akh, itu ya, karena café ini milik pacarku” jawab RiHyun dalam bahasa Mandarin yang aku mengerti. Aku tersenyum kecut mendengar kata ‘pacarku’ dalam kalimat RiHyun barusan. Jujur saja, aku masih mengharapkan bahwa  kata itu ditunjukan kepadaku.

“Benarkah? Wah, kau sangat beruntung. Akh, aku ingin melihat pacarmu, RiHyun” ujar MinJeong yang membuatku mengepalkan kedua tanganku kuat-kuat.

Sepertinya RiHyun menyadari perubahan auraku ini, dia menatapku dengan tatapan seperti biasanya. Aku membalasnya, menatapnya kesal. Aku ingin ia sadar bahwa ia adalah orang yang telah membuatku berubah seperti ini. Aku ingin ia sadar bahwa sebenarnya aku mencintainya. Tanpa sadar, aku beranjak dari tempatku, meninggalkan dua perempuan yang berada di dalam kehidupanku itu. Aku melangkah keluar dari café tersebut, melangkah kemana pun kakiku ingin.

Aku benar-benar kesal dengan perempuan bermarga Cho itu. Namun, aku mencintainya, sangat mencintainya. RiHyun memang mantan pacarku. Dulu kami berpacaran, kami termasuk pasangan paling popular di sekolah. Bahkan, kami dijuluki sebagai ‘Romeo and Juliet’ sekolah. Namun, semua itu berubah hanya karena seorang seonsaengnim baru yang bekerja di sekolahku. Dia merebut semuanya. Dia membuatku hancur. Aku tau bahwa seharusnya aku senang, sebab seonsaengnim itu berasal dari China, dan bekerja di sekolahku hanya karena diriku. Sebab dia akan menjadi guru wushu pribadiku. Namun, semuanya tidak sesuai dengan harapanku, RiHyun tertarik dengan guru wushuku yang bernama lengkap Tan HanGeng itu. Semuanya hancur seketika di depan umum. Semuanya hancur hampir sama saat aku merasakan bagaimana rasanya jatuh cinta. RiHyun menghancurkan di depan umum, sama saat dia membuatku melayang di depan umum, karena dia memberikanku boneka panda. RiHyun menghancurkan segalanya. Dia menghancurkan mimpiku. Dia menghancurkan diriku. Dia membuatku cedera, baik itu fisik atau pun batin. Ya, jika batin memang sudah pasti. Namun, fisik? Aku terpaksa harus mengorbankan fisikku, karena terlalu lama berlatih wushu sebagai pelampiasan rasa kekesalanku.

Kini aku pun sudah tidak diajar oleh HanGeng lagi, karena semua warga sekolah mengetahui cerita cintaku dengan RiHyun dan HanGeng. Mereka sengaja membuat RiHyun berada satu tingkat di atasku. Mereka pun sengaja memenuhi keinginanku untuk menjadikan guru wushu pribadiku menjadi Jung seonsaengnim yang meski kemampuan wushunya masih di bawah HanGeng bahkan aku. Kini semuanya mencap RiHyun jelek, dan aku tidak peduli. Karena, aku pun tau bahwa HanGeng dan RiHyun pun sama tidak pedulinya denganku. Dan, kini pun aku tidak sepopular seperti dulu, kini semuanya hanya memandang Kris. Aku pun sekarang tidak terlalu peduli dengan kepopuleran.

----

MinJeong POV

“KYA, AKU TELAT…???!!!”. Teriakku seraya menyibakan selimutku ini. Aku langsung berlari ke kamar mandi, membersihkan diri, kemudian dengan cepat berpakaian.

Tetap dengan jeritanku, aku keluar dari apartment-ku, berlari menuju sekolahku yang berada lumayan jauh dari apartment-ku. Tidak mau membuang waktu menunggu bus, aku memutuskan untuk terus berlari menuju ke sekolah, menghiraukan para pejalan kaki yang menatapku aneh.

“Hah. Hah. Hah.” Aku menghentikan langkah kakiku saat sudah tepat berada di depan sekolahku. Aku berusaha mengatur napasku. Kemudian, aku melirik ke arah jam tanganku.

“KYA!!!”. Aku kembali menjerit saat melihat waktu di jam tanganku yang menunjukan bahwa pelajaran akan segera dimulai. Aku mulai berlari menuju kelasku yang berada jauh di dalam sana.

BRUGH. Aku membuka kedua mataku yang sedetik kemudian membuat kedua mataku terbelalak. Aku sadar bahwa tadi aku menabrak seseorang, namun aku tidak menyangka bahwa akan seperti ini. Kini aku tidur terlentang di koridor sekolah, di mana orang yang aku tabrak berada tepat di atasku. Seorang namja tampan yang jujur saja telah mencuri hatiku. Napasku seolah berhenti saat kedua manik hitam yang sangat aku sukai itu menatap tepat ke kedua mataku.

Kedua mataku makin melebar saat menyadari bahwa kepala namja ini makin mendekati wajahku. Entah tersihir atau apa, aku mulai memejamkan kedua mataku.

----

Tao POV

Aku menarik wajahku saat merasakan sesak di dadaku. Aku menatap wajah cantik di hadapanku ini, kini wajah cantik itu memerah membuatnya terlihat semakin imut. Aku pun tersenyum manis melihatnya. Aku bangkit dari posisiku tadi, di mana aku berada di atas tubuh yeoja bernama Lee MinJeong ini. Sementara yeoja yang beberapa menit lalu aku cium itu, dia hanya bangkit-duduk di bawahku. Dia menundukan kepalanya malu, yang membuatku mengedarkan pandanganku. Aku menaikan kedua alisku saat menyadari bahwa adegan kiss MinJeong dan aku barusan menjadi tontonan gratis bagi murid-murid yang kebetulan lewat.

Tatapanku yang tadinya lembut menjadi tajam kembali saat kedua mataku menangkap dua sosok yang telah membuat hatiku hancur dalam hitungan detik. Mereka, Cho RiHyun dan HanGeng. Mereka menatapku tidak percaya. Aku hanya membalas tatapan itu dengan tatapan yang aku sendiri tidak mengerti.

Kemudian, aku mengulurkan tanganku kepada MinJeong berniat membantunya untuk bangkit. MinJeong menatap uluran tanganku ragu, kemudian menerimanya dengan rasa ragu yang terbaca jelas dari gerak-geriknya itu. Setelah MinJeong berdiri tepat di sampingku, aku langsung memeluknya dengan satu tanganku yang membuat tubuh MinJeong menegang seketika dan teriakan histeris murid-murid yang masih terpaku berdiri menonton drama romantis ini.

MinJeong menoleh ke arahku, begitu pun aku. Kedua matanya memancarkan tidak kepercayaan akan apa yang aku lakukan. “A...apa...yang kau lakukan?”.

Aku mengangkat kedua alisku mendengar pertanyaannya yang dapat aku mengerti itu. “Aku rasa kau tidak terlalu bodoh untuk mengartikannya sendiri, MinJeong.”

Aku mendekatkan wajahku dengan wajahnya yang membuat kedua kupingku harus mendengar teriakan histeris teman-temanku.

Cup. Aku mengecup lembut keningnya. Aku menatapnya dengan lembut. Tatapan selembut sutra yang tidak pernah lagi aku tunjukan, setelah aku putus dari RiHyun.

----

Author POV

Kini suasana di sebuah ruangan yang dijadikan ruangan latihan wushu itu cukup untuk dibilang ramai. Dan, di sanalah kini Tao sedang berlatih. Mungkin bisa dibilang Tao-lah yang menjadi alasan para murid sekolah itu berkumpul, namun bisa juga tidak. Alasan yang sebenarnya bukanlah karena keahlian wushu yang dimiliki namja berkebangsaann China itu hebat hingga akan mengikuti lomba wushu senasional, melainkan karena hubungannya yang tidak jelas dengan yeoja berkebangsaan Korea yang kini tengah duduk di bangku yang disediakan bersama Kris. Kejadian tadi pagi, di mana Tao mencium MinJeong, membuat mereka berdua menjadi bahan pembicaraan seluruh warga sekolah, tidak terkecuali untuk para seonsaengnimdeul sekolah tersebut. Dan, hal itu membuat pensi yang diadakan sekolah itu menjadi tidak terlalu penting untuk seluruh warga sekolah. Hampir rata-rata warga sekolah ingin mengetahui pasti hubungan mereka berdua. Namun, tidak ada satu pun dari mereka yang berani menanyakan hal tersebut kepada Tao atau pun MinJeong.

Oppa, kenapa aku seperti merasakan semuanya menatapku? Apa ada yang salah denganku?” bisik MinJeong kepada Kris yang duduk tepat di sebelahnya.

Kris yang mendengar bisikan itu pun mengalihkan pandangannya dari Tao kepada yeoja di sampingnya itu. Kris mengangkat salah satu alisnya. “Kau merasa risih, eoh?”. MinJeong mengangguk menjawab pertanyaan Kris barusan, dan itu membuat tangan usil Kris mengacak-acak rambutnya. “Itu salahmu sendiri, kenapa kau berciuman dengan Tao di depan umum dengan posisi seperti itu, eoh?”.

BLUSH. Mendengar ujaran Kris barusan membuat MinJeong merasakan panas di wajahnya, dengan segera yeoja itu menundukan kepalanya, menutupi wajah merahnya itu. Kris yang mengetahui yeoja di sampingnya yang malu itu pun merangkul MinJeong dengan lembut. “Kau mencintainya, eoh?”.

Pertanyaan Kris barusan membuat tubuh MinJeong menegang, dengan segera yeoja itu menengok ke arah namja yang sudah tidak merangkulnya lagi. Kris menatap MinJeong serius, sementara MinJeong menatapnya penuh tanya. Kris tersenyum penuh arti yang membuat MinJeong sedikit menganga. “Lalu, apa salah jika aku mencintaimu?”.

JackPot! Pertanyaan kedua yang Kris lontarkan berhasil membuat MinJeong berdiri dari tempatnya duduk dengan kedua matanya yang terbelalak itu. Kris terkekeh melihat respon dari MinJeong itu. Dan, sekali lagi, wajah MinJeong memanas, karena Kris. Tanpa diketahui oleh dua orang tersebut, ada tiga orang yang sedari tadi memerhatikan mereka berdua. Dan, mereka bertiga sama-sama tidak dapat mendengar perbincangan dua orang tersebut, kecuali pertanyaan kedua Kris yang juga berhasil membuat tiga orang tersebut tidak bergerak sama sekali. Mereka pun menahan napas mereka tanpa sadar dan tanpa membuat dada mereka terasa sesak. Satu di antara tiga orang tersebut mengepalkan kedua tangannya kuat-kuat, menahan emosinya. Sementara dua sisanya, mereka berdua tersenyum kecut nan sipul seraya sedikit demi sedikit merasakan sesak di dada mereka.

tbc...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar